Apa Itu Petahana dalam Pemilu dan Pilpres

Pelayananpublik.id- Menjelang pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), banyak mencuat istilah-istilah yang kadang jarang terdengar oleh masyarakat awam. Contohnya adalah istilah petahana atau incumbent.

Petahana atau incumbent merupakan salahsatu istilah yang sering digunakan di dunia politik dan pemerintahan.

Melansir Kompas.com, istilah petahana sendiri mulai marak digunakan setelah Indonesia melakukan pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden secara langsung selepas berakhirnya masa Orde Baru yakni pada 1999.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Incumbent merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia, incumbent berarti petahana.

Sementara, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia daring disebutkan arti petahana adalah pemegang suatu jabatan politik tertentu (yang sedang atau masih menjabat).

Menurut penjelasan di situs rumahpemilu, istilah incumbent seringkali salah dimaknai sebagai kepala daerah atau presiden yang mencalonkan di pemilu. Padahal tanpa mencalonkan pun presiden, kepala daerah, dewan, adalah incumbent/petahana.

Dalam konteks Pilpres, incumbent berarti orang yang sedang memegang jabatan, yakni kepala daerah seperti gubernur, wali kota, atau bupati serta presiden atau wakil presiden, ikut dalam pemilihan agar terpilih kembali dalam jabatan itu.

Misalnya, pada Pemilu 2019, Jokowi mencalonkan diri kembali sebagai presiden, dimana pada saat itu ia masih menjabat sebagai Presiden RI.

Nah, uniknya, petahana kerap mengikuti pemilihan walaupun mereka berbeda pasangan. Misalnya calon presiden A yang merupakan petahana berpasangan dengan calon wakil presiden B dalam pilpres 2024.

Dengan kata lain, sang calon maju kembali dengan calon wakil presiden yang berbeda untuk memperebutkan jabatan itu.

Calon petahana atau incumbent dinilai lebih diuntungkan dibandingkan kandidat lain atau pesaingnya.

Penyebabnya adalah selagi mengikuti Pilpres, mereka juga masih memerintah dan mempunyai kekuasaan serta memiliki jaringan pribadi yang kuat.

Selain itu, incumbent juga sudah membangun relasi politik lebih awal ke berbagai organisasi maupun masyarakat selama berkuasa. Maka dari itu, jika diakumulasi, maka petahana memmiliki modal politik lebih unggul dibandingkan kandidat lainya.

Indonesia baru mengenal incumbent dalam konteks Pilkada mulai 2010.

Landasan hukumnya adalah Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Isinya menyebutkan bahwa gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama tidak harus mundur dari jabatannya.

Mereka hanya perlu cuti dalam masa kampanye dan dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya.

Meskipun banyak kritikan karena dianggap bias demokratis, tetapi pola Pilkada dan Pilpres di Indonesia masih menganut incumbent.

Demikian pengertian petahana atau incumbent dalam konteks politik dan pemerintahan. Semoga bermanfaat. (*)