Deflasi 0.18% di Bulan April, Gejala Ekonomi Sumut Sedang Sakit

Pelayananpublik.id- Sesuatu yang tidak biasa terjadi selama Ramadhan dan Idul Fitri (Maret –April) tahun ini. Dimana biasanya selalu terjadi kenaikan harga sejumlah kebutuhan masyarakat, namun yang terjadi malah sebaliknya.

Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan ada gangguan daya beli masyarakat Sumut.

“Pengamatan yang saya lakukan selama ini menunjukan bahwa ada gangguan daya beli masyarakat Sumut. Sehingga harga sejumlah kebutuhan masyarakat di wilayah ini cenderung bergerak turun, meskipun ada momen lebaran yang kerap menjadi motor penggerak konsumsi dan pemicu kenaikan harga,” katanya, Rabu (3/5/2023).

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Setelah deflasi pada bulan april ini, kata dia, maka selanjutnya kita perlu mewaspadai gangguan cuaca (kemarau), yang berpotensi mendorong penurunan stok kebutuhan pangan dan berpeluang mendongkrak kenaikan harga pangan.

“Dan tentunya inflasi yang terjadi akibat gangguan cuaca nantinya akan lebih banyak memberikan penderitaan bagi masyarakat Sumut, karena kenaikan harga dibarengi dengan penurunan daya beli masyarakat,” lanjutnya.

Sementara itu, realisasi deflasi ini mempertegas bahwa konsumsi rumah tangga di Sumut tengah mengalami tekanan seiring dengan penurunan harga komoditas unggulan di wilayah ini.

“Kita perlu untuk memikirkan bagaimana meminimalisir dampak dari perlambatan ekonomi yang sudah terlihat. Kalau selama ini kita kerap mengandalkan belanja masyarakat yang menyumbang sekitar 50% dari pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran. Maka dibutuhkan upaya ekstra untuk mempertahankan belanja masyarakat agar sumbangsihnya terhadap ekonomi Sumut tetap terjaga,” jelasnya lagi.

Selain itu, ia juga melihat ada sejumlah sektor lapangan usaha yang berpeluang terkoreksi secara kuartalan. Seperti perdagangan besar dan eceran, transportasi dan pergudangan, jasa perusahaan, real estate, dan penyediaan akomodasi. Sementara untuk industri pengolahan dan sektor pertanian masih memiliki peluang yang sama besar untuk berada di dua zona (positif dan negatif), demikian halnya juga dengan sektor pertambangan yang memungkinkan masih mampu tumbuh tipis di kuartal pertama.

“Meskipun kita semuanya akan menanti rilis resmi dari BPS pada tanggal 5 mei mendatang. Akan tetapi saya menyarankan agar pemerintah tidak lalai atau bahkan abai dengan gangguan ekonomi ini. Kita tidak bisa lagi melepaskan begitu saja perputaran roda ekonomi tanpa melakukan intervensi lebih jauh. Seperti membiarkan semua terjadi, dengan berharap bahwa daya beli nantinya akan membaik dengan sendirinya menjelang akhir tahun,” ungkapnya.

Ditengah ancaman inflasi karena cuaca, ditambah dengan adanya potensi melemahnya sejumlah sektor usaha, dan diperburuk dengan deflasi selama lebaran.

“Saya justru mengkuatirkan bahwa masyarakat Sumut akan kehabisan energi (uang) untuk dipersiapkan sebagai modal belanja di sisa bulan hingga tutup tahun nanti,” lanjut dia.

Dan indikasi beberapa sektor ekonomi di kuartal kedua (Q2) tahun ini juga menunjukan gelajal yang kurang baik. Yang saya kuatirkan justru bisa memicu terjadinya koreksi pada pertumbuhan ekonomi SUMUT secara kuartalan.

“Jadi tidak ada kata lain, seluruh stake holder di wilayah Sumut harus dilibatkan untuk mengatasi pemasalahan ini. Karena ekonomi Sumut sudah menunjukan gejala sakit yang perlu dicari obatnya,” pungkasnya. (*)