Pelayananpublik.id- Pemerintah akan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memberlakukan kebijakan pembatasan jumlah penangkapan ikan di laut Indonesia. Kebijakan itu akan mulai berlaku Agustus 2022 ini.
Demikian dikatakan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (28/7/2022)
“Mengenai penangkapan ikan terukur kami sudah siap mengimplementasikan. Sebagian besar pelabuhan perikanan yang akan melaksanakan penangkapan ikan terukur melalui mekanisme penarikan PNBP pasca produksi sudah kami siapkan, sebagian besar sudah kami perbaiki. timbangkan elektronik juga sudah siap,” katanya, Kamis (28/7/2022).
Sebagai informasi, timbangan elektronik itu akan digunakan untuk menghitung ikan yang didaratkan, dan sudah disiapkan pada sejumlah pelabuhan ikan.
Adapun beberapa syarat untuk masuk dalam program penangkapan ikan terukur, kata Zaini, yakni dengan mensyaratkan investor harus menunjukkan uang senilai Rp 200 miliar untuk berusaha. Namun hal ini tidak berlaku pada investor lokal.
“Investor lokal gak perlu lagi menunjukkan uang, tinggal hitung kapal. Syarat ini jadi pembatas supaya yang masuk bukan perusahaan abal-abal,” katanya.
Selain itu pengusaha penangkap ikan juga diwajibkan membayar target pembayaran 15% dari kuota.
“Kalau dia minta 100 ribu ton, di tahun pertama dia harus menangkap 15 ribu ton. kalau kurang mereka harus membayar PNBP senilai 15 ribu ton. artinya dengan harga ikan umum Rp 20 ribu itu dia menangkap kira-kira Rp 3 triliun, sehingga tahun pertama dia harus bayar sekitar Rp 300 miliar,” katanya.
Zaini mengatakan dari program ini pengawasan penangkapan ikan juga akan semakin ketat. Dimana dari pendaratan ikan datang langsung ditimbang dan tercatat pada sistem.
Sementara bagi nelayan kecil dikecualikan dari pembatasan kuota.
“Perhitungan kita dari target pendapatan nelayan kecil itu sekitar Rp 5 juta makan per orang 1,8 ton per tahun rata-rata baru mereka bisa berpenghasilan Rp 5 juta. tapi kalo itu masih kurang kita siapkan untuk menambahkan mereka,” katanya.
Zaini juga mengatakan saat ini tengah mengusulkan adanya perbedaan harga PNBP dari investor lokal dan asing. Jika menggunakan kapal buatan luar negeri maka akan menjadi lebih mahal.
Dia juga mengatakan perusahaan asing tidak boleh masuk pada perusahaan terukur, namun harus melalui perusahaan berbadan hukum di Indonesia.
“Jadi punya modal bangun perusahaan hukum di Indonesia silahkan sahamnya dimiliki tapi maksimal hanya 49%,” katanya.
Selain itu untuk perizinan khusus yang diberikan kepada pengusaha penangkap ikan setidaknya mencapai 15 tahun. “Investasi penangkapan ikan high risk, makanya kita berikan 15 tahun kalau 10 tahun gak ada yang mau,” katanya. (*)