Bagaimana Aturan Odong-Odong Masuk Jalan Raya?

Pelayananpublik.id- Peristiwa kecelakaan odong-odong ditabrak kereta api membuat masyarakat miris. Pasalnya, akibat kecelakaan itu ada 9 orang yang kehilangan nyawa.

Odong-odong memang merupakan wahana hiburan bagi rakyat kecil. Dimana penumpang diajak berkeliling kota dengan kendaraan modifikasi tersebut.

Bukan hanya orang dewasa, anak-anak juga senang naik odong-odong karena tampilannya yang meriah, apalagi di malam hari. Sebab odong-odong dihias dengan lampu warna-warni serta musik.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Namun tentu saja akan berbahaya jika odong-odong masuk jalan raya, apalagi kalau sampai ngebut.

Pemakaian odong-odong juga kerap menimbulkan masalah, salah satunya dari aspek kelayakan dan keamanan.

Lalu bagaimana aturan mengenai odong-odong yang masuk jalan raya?

Mantan Kasubdit Gakkum Polda Metro AKBP Budiyanto menuturkan, segala aspek kendaraan sudah tercantum dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 tahun 2009.

Dikutip dari Merdeka.com, ia menjelaskan, dalam Pasal 50 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap orang memodifikasi kendaraan bermotor tak memenuhi kewajiban dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp24 juta.

“Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta,” jelasnya.

Budi mengatakan, dalam pengecekan fisik kendaraan ada landasan bagaimana kendaraan itu berdiri.

Namun bila sudah terjadi modifikasi hingga merubah tipe, hal tersebut sudah masuk dalam pidana.

“Sesuai diatur dalam pasal 277 Undang-Undang 22 dan 29 yang berbunyi setiap orang yang memasukkan Kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp24 juta,” kata Budi.

Terkait kecelakaan maut odong-odong di Serang, Banten, Budi menjelaskan pengemudilah yang bertanggungjawab.

Pengemudi harus diperiksa apakah terjadi tindak kelalaian atau tidak fokus.

“Kalau nanti ada suatu kelalaian harus bisa mengungkap unsur kelalaiannya di mana. Sehingga itu bisa dikenakan pasal 310 Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 lalu lintas dan angkutan jalan, kalau sampai meninggal dunia terancam penjara enam tahun atau denda Rp12 juta,” ujar dia.

Pada kasus kecelakaan tersebut, kata dia, bukan hanya dari pihak sopir saja yang dikenakan hukum pidana. Tapi yang memodifikasi dan pemerintah setempat juga bisa disangkakan pidana tersebut.

“Bisa kena, seharusnya lebih preventif, mungkin pemda, dishub, begitu melihat odong – odong beroperasi, itu harus dilakukan penertiban karena itu sudah masuk pidana,” tegasnya.

Untuk yang memodifikasi dapat dikenakan suatu pidana dalam pasal 277 Undang-Undang lalu lintas dan angkutan jalan. Karena secara sengaja memodifikasi kendaraan yang tidak memenuhi tipe yang telah ditetapkan.

Selain itu, Budiyanto juga menjelaskan, dalam Undang-Undang perkeretaapian Nomor 23 Tahun 2007. Termasuk dalam peraturan Pemerintah Nomor 92 tahun 2009, termasuk peraturan Kementerian Perhubungan nomor 94 tahun 2016, bahwa perlintasan perlintasan yang liar harus ditutup.

Budiyanto melanjutkan, setiap perlintasan harus di pasang palang pintu, sirine, rambu-rambu dan sebagainya. Hal tersebut merupakan tanggung jawab bagi pemangku kepentingan.

“Kemudian bagaimana tanggung jawab pemangku kepentingan. Saya kira diundang-undang Nomor 22 tahun 2003, 2007 sudah diatur. Kalau misal kecelakaannya di provinsi berarti ke gubernur, kalau dalam Kabupaten berarti dalam bupati atau wali kota termasuk jalan di desa. Dan seandainya ada perlintasan-perlintasan seperti itu harus dilakukan evaluasi,” tambah dia. (*)