Petinggi Perusahaan Wilmar Terjerat Kasus Mafia Minyak Goreng

Pelayananpublik.id– Minyak goreng membuat resah masyarakat belakangan ini. Setelah berbagai usaha dari pemerintah, harga minyak goreng belum juga kembali ke harga asalnya.

Setelah cukup lama meresahkan, Jaksa Agung RI akhirnya menetapkan empat orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO/ minyak sawit mentah) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.

Dari keempat tersangka itu, tiga di antaranya berasal dari pihak pelaku usaha, yang mana salah satunya berasal dari produsen minyak kelapa sawit utama dunia yakni Wilmar International.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Adapun yang dijadikan tersangka oleh Kejagung adalah Komisaris Utama PT Wilmar Nabati, Master Parulian Tumanggor (MPT).

Kasus ini membuat nama Wilmar tercoreng yang dalam laporan tahunan 2021 lalu mengklaim sebagai produsen terbesar minyak goreng kemasan bermerk di Indonesia.

Produk minyak goreng perusahaan yang dijual bebas di pasar Indonesia dan dekat dengan masyarakat adalah merek Sania dan Fortune.

Selain itu produk lain yang dikeluarkan Wilmar termasuk Siip, Sovia, Mahkota, Ol’eis, Bukit Zaitun dan Goldie.

Wilmar International yang diperdagangkan secara publik di bursa Singapura, sejatinya didirikan oleh salah satu taipan asal RI Martua Sitorus.

Bersama pengusaha Singapura Kuok Khoon Hong, Martua Sitorus mendirikan Wilmar yang merupakan salah satu perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Singapura.

Minyak sawit (minyak goreng) yang diekstrak dari biji sawit adalah jenis minyak nabati yang paling banyak digunakan dan merupakan produk utama Wilmar. Selain minyak goreng, perusahaan juga memproduksi gula dan protein kedelai untuk pakan ternak.

Dikutip dari website mereka, Wilmar adalah salah satu pemilik perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia dengan total luas lahan mencapai 232.053 hektar (ha) per 31 Desember 2020, di mana sekitar 65% berada di Indonesia dengan lokasi tersebar di Sumatera, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Wilmar juga memiliki lebih dari 450 pabrik dan jaringan distribusi di seluruh China, India, Indonesia, dan 50 negara lainnya. Grup perusahaan ini memiliki kurang lebih 92.000 karyawan dari berbagai negara.

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan Wilmar International, sampai dengan akhir tahun 2021, perseroan membukukan pendapatan sebesar US$ 65,79 miliar atau setara dengan Rp 944 triliun (kurs Rp 14.300/US$), melonjak 30% dari capaian US$ 50,52 miliar tahun sebelumnya.

Sementara itu laba bersih perusahaan juga meningkat 23% menjadi US$ 1,89 miliar (Rp 27,12 triliun) dari semula sebesar US$ 1,53 miliar di tahun 2020. Total asetnya sampai akhir tahun 2021 mencapai US$ 58,72 miliar, dengan ekuitas mencapai US$ 22,60 miliar.

Berdasarkan data Refinitiv, pemegang saham terbesar Wilmar International adalah Kuok Brothers Sdn Bhd milik salah satu pendiri grup tersebut. Investor utama lainnya termasuk perusahaan makanan berkantor pusat di Dublin, Kerry Group, serta perusahaan makanan dan perdagangan komoditas asal AS Archer-Daniels-Midland.

Sedangkan Martua Sitorus sudah tidak lagi memiliki kepemilikan langsung di antara 20 besar pemegang saham di Wilmar International  dan telah resmi mundur dari perusahaan tahun 2018 lalu.

Wilmar masuk dalam Fortune Global 500 dan merupakan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), organisasi yang bertujuan mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan. (*)