Dapat Uang Nyasar dari Salah Transfer, Nasabah Justru Bisa Dipidana

Pelayananpublik.id- Kejadian salah transfer adalah hal yang kerap terjadi pada nasabah bank. Namun tahukah Anda, jika nasabah menerima uang tersebut justru bisa dijerat dengan hukuman pidana.

Tak main-main, berdasarkan Pasal 85 Undang-Undang No 3/2011 tentang Transfer Dana si penerima uang bisa dipidana penjara 5 tahun.

Namun apakah pasal itu bisa langsung diterapkan kepada nasabah yang tak sengaja menerima dan memakai uang salah transferan tersebut?

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Dosen Program Studi Hukum di Universitas Pelita Harapan (UPH) Jonker Sihombing mengatakan penggunaan Pasal 85 kepada penerima dana salah transfer, tidak dapat langsung diterapkan begitu saja. Melainkan, bank harus menunjukkan bukti terlebih dulu.

“Hukum memberikan perlindungan terhadap nasabah beritikad baik. Itikad baik ini dinyatakan ada ketika nasabah berhati-hati atau penduga-dugaan dengan menanyakan perihal dana yang masuk ke rekeningnya,” ujarnya dikutip dari Bisnis Indonesia, Sabtu (6/11/2021).

Jonker mengakui ancaman hukuman untuk yang memenuhi unsur-unsur pidana Pasal 85 UU Transfer Dana memang cukup berat. Namun hukuman itu tentu tidak bisa langsung diterapkan kepada nasabah tersebut, apalagi jika nasabah itu tidak punya niat jahat untuk memakai uang tersebut.

Ia juga menjelaskan bahwa di pasal itu dijelaskan bahwa setiap orang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang bukan haknya dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.

Sehingga, unsur pidana yang harus dipenuhi adalah kesalahan dalam bentuk kesengajaan yang mensyaratkan adanya dolus malus. Artinya, kesengajaan yang dilakukan dengan adanya niat jahat.

Dia melanjutkan jika pihak penerima dana melakukan klarifikasi atau menanyakan kepada pihak bank terkait dana yang masuk, maka hal tersebut tidak memenuhi unsur pidana dengan sengaja menguasai dan mengakui.

“Maka tidak dapat dipidana menggunakan Pasal 85 karena unsur ini menjadi kunci utama untuk menilai pidananya atau bagian inti delik [delicts bestanddelen],” kata Jonker. (*)