Pakar: Negara Harusnya Sediakan Tes Covid-19 Murah Bahkan Gratis

Pelayananpublik.id- Test and tracing adalah unsur penting dalam menangani penyebaran Covid-19 di Indonesia. Bila orang yang terinfeksi terdeteksi lebih dini, maka orang tersebut bisa langsung isolasi mandiri dan tidak sempat menularkan ke orang lain.

Sayangnya tes Covid-19 secara mandiri masih enggan dilakukan oleh masyarakat awam khususnya yang berpenghasilan rendah. Itu karena harga test Covid-19 baik PCR maupun antigen masih dirasa sangat mahal.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengungkapkan, tes dengan polyemerase chain reaction (PCR) dengan harga sekitar Rp 800.000 masih terasa sangat mahal apalagi untuk yang berpenghasilan rendah.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Begitu juga dengan test Antigen dengan harga Rp 100.000-an, masih belum termasuk terjangkau.

“Kondisinya kan terdampak pandemi, daya beli turun, tabungan sudah habis. Testing ini pasti akan terkendala,” kata Trubus dikutip dari Kontan.co.id, Selasa (13/7).

Terkait itu, ia mengatakan pemerintah seharusnya menyediakan tes Covid-19 yang murah bahkan gratis. Ini bisa dilakukan dengan subsidi silang.

Dalam hal ini, kata dia, penting untuk dilakukan klasifikasi, misalnya dilihat dari pendapatan dan pajak penghasilannya.

Untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke atas yang masih memiliki daya beli, bukan masalah jika harus membayar tes covid-19 dengan harga pasar. Namun untuk MBR, semestinya negara mensubsidi, bahkan idealnya bisa diberikan secara gratis.

“Pemerintah harusnya berperan di sini. Mereka yang MBR disubsidi, bahkan kalau bisa digratiskan. Sementara yang menengah ke atas, dengan harga yang sekarang ada juga mampu. Harapannya yang (bayar) penuh itu mensubsidi mereka yang MBR,” terang Trubus.

Senada, Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menyoroti, 3T (testing, tracing dan treatment) yang belum optimal dijalankan, membuat pandemi di Indonesia menjadi tak terkendali.

“Dalam satu setengah tahun terakhir positivity rate Indonesia rata-rata selalu jauh di atas 10%, artinya sangat tinggi, tidak terkendali. Artinya, testing dan tracing-nya sangat tidak ideal,” ungkap Dicky kepada Kontan.co.id, Selasa (13/7).

Menurutnya, testing tidak harus dilakukan melalui PCR. Test Antigen pun cukup ideal sesuai dengan standar dan rekomendari dari WHO. Apalagi teknologi PCR dan Antigen semakin berkembang, sehingga hasil tes menjadi lebih akurat dengan harga yang lebih murah.

Pemerintah, kata dia, semestinya bisa berperan lebih aktif untuk mengadakan Antigen yang lebih murah namun dengan tetap memenuhi standar.

“Semakin ke sini kan akurasi tinggi dan lebih murah. Seperti harga kopi Rp 50 ribuan. Kalau negara bergerak, mungkin harganya bisa seperti di India, yang cuman Rp 10 ribu-Rp 20 ribu-an,” sebut Dicky. (*)