Kisah Tauladan Nabi Ayyub, Imam Orang-orang Sabar

Sabar ketika ditimpa masalah skripsi atau sakit karena Covid-19 mungkin tidak ada apa-apanya dengan kisah Nabi Ayyub AS.

Nabi Ayyub adalah orang yang diberikan cobaan bertubi-tubi dari Allah SWT. Ia diberikan penyakit hingga bertahun-tahun lamanya. Berbagai penyakit dideritanya termasuk kudis yang sangat menjijikkan.

Bagaimana tidak, di banyak riwayat disebutkan Nabi Ayyub menderita sakit parah, bahkan kepalanya sampai berulat. Dimana ketika ia sujud maka ulat itu jatuh ke lantai, dan Nabi Ayyub memungut dan mengembalikannya lagi ke kepalanya.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Sakit itu bukan satu-satunya cobaan, ia juga kehilangan harta dan keluarganya. Semua anaknya meninggal dunia.

Jika dipikir-pikir, cobaan apa lagi yang kira-kira lebih dahsyat dari itu yang sanggup diterima manusia?

Lalu apakah ada kekesalan dalam hati Nabi Ayyub AS kepada Allah Swt? Tidak.

Dia menjalani semua itu dengan kesabaran yang baik, tidak mengaduh, dan tidak meratap.

Ujiannya berlangsung lama. Semangatnya tidak berkurang karena ujian yang panjang itu.

Nabi Ayyub merupakan hamba Allah paling sabar. Ia juga dijuluki sebagai imam dari orang-orang sabar.

Ayyub adalah hamba shalih dan teladan kesabaran. Kisahnya diceritakan untuk menghibur orang-orang yang ditimpa musibah, baik pada diri mereka, keluarga dan harta.

Kisah Nabi Ayyub ini juga dibahas dalam buku “Kisah-kisah Shahih Dalam Alquran dan Sunnah” yang ditulis Dr Umar Sulaiman Al Asyqor, seorang dosen di Fakultas Syariah Universitas Islam Yordania.

Ia menulis bahwa ada Nash Hadist dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda,

“Sesungguhnya Nabiyullah Ayyub ditimpa musibah selama delapan belas tahun. Orang dekat dan orang jauh menolaknya, kecuali dua orang laki-laki saudaranya yang selalu menjenguknya setiap pagi dan petang hari. Suatu hari salah seorang dari keduanya berkata kepadatemannya, ‘Ketahuilah, demi Allah, Ayyub telah melakukan sebuah dosa yang tidak dilakukan oleh seorang manusia di dunia ini.’ Temannya menanggapi, ’Apa itu?’ Dia menjawab, ’Sudah delapan belas tahun Allah tidak merahmatinya dan tidak mengangkat ujian
yang menimpanya.’

Manakala keduanya pergi kepada Ayyub, salah seorang dari keduanya tidak tahan dan dia mengatakan hal itu kepada Ayyub. Maka Ayyub berkata, ’Aku tidak mengerti apa yang kalian berdua katakan. Hanya saja, Allah mengetahui bahwa aku pernah melewati dua orang laki-
laki yang bersengketa dan keduanya menyebut nama Allah, lalu aku pulang ke rumah dan bersedekah untuk keduanya karena aku khawatir nama Allah disebut kecuali dalam kebenaran.’”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, “Ayyub pergi buang hajat. Jika dia buang hajat, istrinya menuntunnya sampai di tempat buang hajat. Suatu hari Ayyub terlambat dari istrinya dan Allah mewahyukan kepada Ayyub,

”Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk
untuk mandi dan untuk minum.” (QS. Shad: 42).”

Allah memerintahkan Ayyub minum dan mandi dari air yang keluar dari tanah itu. Seketika keajaiban pun terjadi. Penyakit di tubuh Ayyub yaitu kudis-kudis yang menjijikkan pun lenyap.

Ia bahkan menjadi sangat sehat dan jadi lebih tampan dari biasanya.

Istrinya yang dari tadi menunggu di luar sangat kaget dengan kondisi Ayyub.

Dia melihat dan memperhatikannya sedang berjalan ke arahnya, sementara Allah telah menghilangkan penyakitnya dan dia lebih tampan dari sebelumnya. Ketika istrinya melihatnya, dia berkata, ’Semoga Allah memberimu berkah, apakah kamu melihat Nabiyullah, orang yang sedang diuji? Demi Allah, kamu sangat mirip dengannya jika dia itu dalam keadaan sehat.’

Ayyub berkata, ’Sesungguhnya akulah Ayyub.’

Nah, di awal tadi sudah disebutkan kalau Nabi Ayyub tidak hanya diberi cobaan penyakit, tapi juga kehilangan harta dan keluarganya.

Karena kesabaran tanpa batas Nabi Ayyub, semua itu Allah Swt kembalikan dengan berlipat ganda.

Nabi Ayyub biasanya memiliki dua tempat untuk mengeringkan hasil bumi, yang pertama untuk gandum dan yang kedua untuk jewawut, lalu Allah mengirim dua potong awan.

Ketika awan yang pertama tiba di atas tempat
pengeringan gandum, ia memuntahkan emas sampai ia melimpah, dan awan yang lainnya menumpahkan perak di tempat pengeringan jewawut sampai melimpah pula.

Ayyub termasuk keturunan Ibrahim. Firman Allah, “Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kamiberi petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh), yaitu Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun.” (QS. Al-An’am: 84)

Allah telah menceritakan kisahnya di dua tempat dalam kitab-Nya:

Pertama, dalam surat Al-Anbiya. Firman Allah, “Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.’ Maka kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. Al-Anbiya: 83-84)

Kedua, dalam surat Shad. Firman-Nya, “Dan ingatlah akan hamba Kami, Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, ‘Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan.’ (Allah berfirman), ‘Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.’

Kisah Nabi Ayyub ini shahih karena ada di Alquran dan juga disabdakan oleh Nabi SAW.

Sungguh kisah ini menyadarkan kita untuk tetap bersabar dan istiqomah di jalan Allah Swt bukan mengutuk, meratap apalagi mencari kambing hitam untuk disalahkan seperti merasa disantet tetangga.

Padahal, semua penyakit datangnya dari Allah, dan jika meneladani kisah Nabi Ayyub di atas, selama 18 tahun didera penyakit menjijikkan, bahkan sahabatnya sudah berfikir bahwa Ayyub melakukan dosa sehingga penyakitnya tidak kunjung disembuhkan Allah Swt.

Tapi kenyataannya Nabi Ayyub tidak mengeluh, tidak pernah marah kepada Allah, apalagi mencari kambing hitam untuk disalahkan. Ia hanya bertawakal dan tetap pada jalan Allah bahkan ketika semua orang telah meninggalkannya. (*)