Sebab dan Dasar Hukum Larangan Jual Beli Pakai Dirham di Pasar Muamalah

Pelayananpublik.id- Keberadaan Pasar Muamalah dinilai melanggar aturan mengenai mata uang rupiah sebagai alat tukar. Sebab mata uang yang digunakan dalam transaksi jual beli tersebut bukan rupiah melainkan dirham atau dinar.

Pasar Muamalah ini sudah sejak lama digelar tepatnya sejak 2009. Sejak itu pula pasar muamalah gencar dipromosikan di media sosial. Umat Islam diajak berbelanja di Pasar Muamalah dengan menggunakan Dirham atau koin emas dan perak. Pasar ini biasa dibuka dua kali dalam sepekan.

Prinsipnya, mereka menggunakan emas karena nilai emas cenderung tetap di semua negara. Berbeda dengan rupiah atau mata uang lain yang bisa menguat atau melemah terhadap mata uang negara lainnya.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Namun praktik ini dianggap melanggar UU tentang mata uang Rupiah. Sebab di Indonesia, alat tukar yang sah adalah Rupiah. Serta barangsiapa yang tidak mematuhinya akan dikenakan sanksi tegas.

Terbukti dengan ditangkapnya penggagas Pasar Muamalah, Zaim Saidi oleh Polisi, Selasa (2/2/2021).

Zaim Saidi merupakan penggagas Pasar Muamalah di Depok, Jawa Barat, yang sempat viral di media sosial. Dalam pasar tersebut, pembeli dan penjual bebas bertransaksi dengan alat tukar apa saja, terutama koin emas, perak, atau tembaga yang diproduksi oleh PT Antam.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono membenarkan, polisi telah menangkap penggagas Pasar Muamalah, Zaim Saidi.

Zaim di sini berperan sebagai inisiator dan penyedia lapak Pasar Muamalah. Pasar Muamalah disebutkan sebagai pengelola dan Wakala induk untuk menukar rupiah dengan koin dinar atau dirham.

Dikutip dari Detik.com, Zaim disangkakan dengan Pasal 9 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Pasal tersebut berbunyi:

Barang siapa membikin benda semacam mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk menjalankannya atau menyuruh menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya lima belas tahun.

Zaim juga dijerat dengan Pasal 33 UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Pasal tersebut mengatur penggunaan mata uang asing dalam sebuah transaksi pembayaran.

Berikut ini bunyi Pasal 33 tersebut:

(1) Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
c. transaksi keuangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Akibatnya Zaim terancam hukuman 15 tahun penjara menurut pasal tersebut.

Sebelumnya, BI juga telah membahas mengenai pasar muamalah ini.

Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menyampaikan, beberapa hari terakhir, viral lagi video lama tentang penggunaan dinar dan dirham di Kota Depok, Jawa Barat.

“Setelahnya muncul pembahasan di media sosial, maka kami mengklarifikasi posisi BI sesuai undang-undang dalam isu tersebut bahwa rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” sebut dia baru-baru ini. (*)