Pelayananpublik.id- Berbagai peraturan tentang larangan merokok ternyata belum begitu efektif mengurangi jumlah perokok muda. Faktanya, perokok dari kalangan anak-anak justru meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data dari Yayasan Lentera Anak, untuk tahun 2020 perokok anak meningkat hingga 9,1 persen.
Jumlah itu didapat berdasarkan survey yang mereka lakukan di 3 kota besar. Hasil survey itu juga menunjukkan kalau 90 persen toko tidak melarang anak-anak membeli rokok. Bahkan anak usia sekolah tingkat SMA diperbolehkan merokok.

Aktivis Yayasan Lentera Anak, Nahla Jovial Nis menyebut saat ini, prevalensi perokok anak terus meningkat hingga 9,1 persen. Kondisi ini terjadi karena akses rokok oleh anak lebih mudah.
Menurut dia, penjualan rokok batangan dan peringatan kesehatan dalam bungkus rokok yang tidak besar dianggap menjadi faktor utama pemicunya. Apalagi saat ini bentuk dan desain rokok dibuat semenarik mungkin.
“Peringatan kesehatan pada bungkus rokok tidak besar dan rokok jadi unik bentuknya,” imbuh Nayla.
Dia menilai, peran Kementerian Kesehatan untuk menurunkan prevalensi perokok anak tidak terlihat.
“Anak-anak hanya diminta untuk tidak merokok tanpa didukung penciptaan lingkungan yang menjauhkan dari rokok,” katanya.
Dia juga mengkritik kinerja Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Menurutnya, selama 2 tahun menjabat, Menkes dinilai jauh dari kampanye anti rokok pada anak-anak. Padahal dalam RPJMN 2020-2024, Pemerintah menargetkan penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen.
“Menkes ini ada apa dengan rokok? Kok tidak mau berkeras melindungi anak dari rokok?,” ujarnya.
Maka dari itu, pihaknya bersama Koalisi Masyarakat Profesi dan Asosiasi Kesehatan (Kompak) melayangkan somasi kepada Terawan dan melaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Sebab dia khawatir, komitmen pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok anak hanya sebatas rencana di atas kertas saja. (*)