Pelayananpublik.id- Penghadangan terhadap Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangil, dan Kepala Desa Bulusari, Pasuruan berbuntut panjang. Dampaknya, Mabes TNI mengirimkan tim sebagai tindak lanjut atas peristiwa tersebut.
Kepala Desa Bulusari, Siti Nurhayati mengatakan, hadirnya tim dari Mabes TNI ke Pasuruan bertujuan untuk membahas perihal penghadangan yang diduga dilakukan oleh oknum aparat tersebut.
Hal itupun berdampak tutupnya sebuah tambang pasir dan batu (sirtu) ilegal yang diduga dibekingin aparat dan meresahkan warga di Desa Bulusari, Kabupaten Pasuruan akhirnya berhenti beroperasi.
Penutupan tambang ilegal tersebut merupakan buntut dari langkah berani Kepala Desa Bulusari, Siti Nurhayati yang melaporkan soal penghadangan akses jalan tanah kas desa (TKD) oleh oknum aparat.
Siti menerangkan bahwa pascadihadang oleh oknum aparat saat peninjauan lokasi dalam perkara di pengadilan, dirinya membuat laporan ke pihak yang berwenang.
“Hasilnya (laporan penghadangan) masih diproses. Senin kemarin (7/9/2020) di pendopo, Selasa tinjau lokasi (TKD),” ujar Siti saat diwawancarai lewat telepon, Senin (14/9/2020).
Walau mendapat tekanan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab karena membuat laporan penghadangan di TKD dan memprotes tambang ilegal, namun Siti tetap mengambil langkah-langkah berani.
Akses jalan TKD yang awalnya tidak bisa diakses, kini sudah bisa diakses masyarakat. Bahkan alat berat yang berada di lokasi tambang ilegal telah diangkut.
“Galiannya sudah ditutup sendiri oleh pengusahanya. Tidak beroperasi sementara. Semua alat berat sudah diangkut, tinggal yang cat hijau (alat berat). Lahan sudah dipagar pemilik. Untuk akses TKD sudah aman,” jelas Siti.
Terkait dengan hal itu, LBH Ansor Jawa Timur meminta agar kejadian tersebut diusut hingga tuntas.
“Informasi dari masyarakat, pihak oknum aparat yang ada disitu menghalangi pihak pengadilan. Hakim sedang melakukan pemeriksaan setempat. Itu konteksnya sidang di lapangan, nah itu gak boleh siapa pun menghalangi. Harus diusut tuntas, itu pidana dan ada di KUHAP, Pasal 217,” ujar Tim Advokasi LBH Ansor Jawa Timur Muhammad Jakfar Sodiq SH.
Hakim, lanjutnya, hadir di lokasi menindaklanjuti sengketa lahan TKD yang sudah melalui proses hukum. Dimana sebelumnya, masyarakat melaporkan terkait dengan penggunaan lahan TKD tersebut.
“Ini tentu jadi perhatian bersama, tindakan seperti itu, warga, kepala desa juga hadir. Tentu mereka protes dengan tindakan pihak-pihak yang menghalangi. Apalagi hakim, pidana itu. Ini sangat kita sayangkan. Apalagi itu aparat,” Jelas Jakfar.
Ia pun berharap agar tambang ilegal itu segera ditutup dan oknum aparat keamanan yang terlibat ditindak tegas. Sebelumnya, mereka juga telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan keberadaan dan pelanggaran tambang ilegal Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur itu.
“Kasus ini gak main-main. kami sudah surati Pak Presiden. Coba cek di lokasi, luar biasa pelanggarannya, siapapun ndak boleh begitu. Ini negara hukum. Kita melihat ada berkurang tapi masih ada, mereka masih melakukan aktivitas itu,” ucapnya.
Sebelumnya, video seorang kepala desa (kades) yang sedang marah kepada oknum aparat ramai dibagikan di media sosial facebook dan instagram.
Kades yang belakangan diketahui adalah Siti Nurhayatiitu marah lantaran dirinya beserta jajaran pengadilan negeri dihadang oleh oknum aparat di lokasi lahan yang sedang berperkara.
Oknum aparat itu, menghadang dan mengusir seorang hakim dan kades yang hendak meninjau lokasi lahan yang bersengketa.
Anehnya, lahan oknum aparat tersebut berjaga di lokasi yang bukan dalam wilayah administrasi kesatuannya.
Hal tersebut memicu ketegangan, hakim terlihat tersulut emosi. Bahkan kades yang sudah memberi penjelasan soal batas tanah juga tidak membuat oknum aparat itu mengerti.
“Penahanan (penghadangan) ini lho. Ini kan wilayahnya Bulusari, bukan wilayahnya Pasmar. Kalau ini wilayahnya Bulusari, masuk wilayahnya TKP, saya bisa menutup di sini. Kalau begitu ini semena-mena bukan melayani masyarakat. Batasnya P Dua pak, ini bukannya Pasmar gitu lho. Ini sudah gak benar birokrasinya,” ucap kades perempuan itu kepada oknum-oknum yang menghadang rombongan dari PN dan perangkat desa.
Mendengar cecaran kades tersebut, para oknum aparat itu tak bisa berkata banyak. Mereka malah menyambungkan telepon seseorang yang disebut sebagai komandannya kepada kades tersebut.
“Halo… Saya mengerti bapak tentara, tapi yang kita lewati sekarang ini batasnya TKD bukan batasnya Pasmar. Sampean geh, sampean itu sudah pendidikan tinggi, juga harus punya aturan. Percuma kalau bapak pendidikan tinggi ngomongnya kayak gini, bahasnya kok kayak gitu,” kata kades tersebut dengan nada tinggi lalu mengembalikan telepon seluler kepada oknum aparat di lokasi.
Kades yang marah itu diduga lantaran ada ucapan dari sambungan telepon yang tidak layak.
“Bukan bahasa marinir kalau kayak gitu,” ucapnya kepada oknum aparat yang ada di lokasi.
Mendengar kades itu marah, para oknum aparat tersebut hanya terdiam. Namun tetap tidak memberikan akses masuk ke wilayah TKD Desa Bulusari. (*)