Ahli Hukum Sebut Kementan Tak Punya Wewenang Tetapkan Ganja jadi Tanaman Obat

Pelayananpublik.id– Baru-baru ini pernyataan Kementerian Kesehatan yang menetapkan mariyuana atau ganja menjadi tanaman obat menuai kontroversi.

Memang penggunaan ganja sebagai tanaman obat sudah lama diperdebatkan mengingat dalam hukum Indonesia ganja termasuk golongan I narkotika yang hanya dapat dipergunakan untuk penelitian.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyatakan ganja masuk dalam golongan 1 tanaman narkotika.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Kepala Biro Humas dan Protokol Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulistyo Pudjo Hartono menyayangkan tidak adanya diskusi dengan Kementan terkait persoalan ini, padahal BNN merupakan pemangku kepentingan terkait pencegahan, pemberantasan, peredaran dan penyalahgunaan narkotika, termasuk ganja.

“Peraturan Menteri tidak boleh bertentangan dengan undang-undang di atasnya. Ini menjadi pekerjaan bagi Kementerian Pertanian,” katanya.

Sementara ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menilai Kementan tidak memiliki wewenang menetapkan ganja sebagai tanaman obat. Kewenangan itu seharusnya berada di tangan Kementerian Kesehatan.

Menurut Mudzakir, keputusan itu juga berlawanan dengan banyak peraturan hukum di Indonesia. Apalagi dikeluarkan tanpa riset mendalam dan komprehensif.

Untuk itu, dia mempertanyakan kebijakan yang sempat tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian itu.

“Urus saja pangan nasional agar terpenuhi atau mungkin bisa ekspor produk-produk (pangan) lain yang tidak dilarang,” katanya dilansir Antara, Minggu (30/8).

Sementara itu, pengamat kebijakan publik LIPI Syafuan Rozi Soebhan ikut menambahkan masalah ganja sebagai pengobatan di Indonesia masih terus diperdebatkan, karena belum ada pengaturan dan pengawasan yang jelas.

Meski demikian, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Tanah Air sudah menetapkan bahwa konsumsi tanaman ganja merupakan hal yang dilarang, apalagi dibudidayakan.

“Polri adalah penegak hukum yang hanya berpegang pada undang-undang. Jika memang mau dilegalkan sebagai obat, harus amandemen Undang-Undang yang ranahnya politik,” ujarnya.

Jika persoalan ini diangkat menjadi debat publik, menurutnya, Kementan juga harus memiliki dasar riset dan alasan yang jelas, seperti pemanfaatan ganja untuk konsumsi secara terbatas di Belanda.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto menjelaskan bahwa tanaman ganja atau dengan nama latin “cannabis sativa” harus dalam pengawasan ketat dan mendapat izin, jika ingin dibudidaya sebagai tanaman obat.

Prihasto menjelaskan budidaya jenis tanaman hortikultura, termasuk di dalamnya tanaman obat, telah diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura.

“Menurut UU 13 Tentang Hortikultura, itu pun diperbolehkan, namun melalui satu pengawasan yang ketat dan harus ada izin-izin yang tidak boleh dilanggar,” kata Prihasto saat dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu (29/8).

Ada pun dalam UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, disebutkan Pasal 67 poin 1 berbunyi, “Budidaya jenis tanaman hortikultura yang merugikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.”

Kemudian, poin 2 berbunyi, “Budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin khusus dari Menteri.”

Prihasto menambahkan bahwa dalam penetapan ganja sebagai salah satu tanaman obat, telah melalui diskusi dengan berbagai pihak. “Yang pasti sudah melalui diskusi dengan berbagai pihak sebelum kita putuskan aturan-aturannya dulu,” kata dia.

Perlu diketahui, ganja juga sudah ditetapkan sebagai tanaman obat sejak tahun 2006 melalui Kepmentan 511/2006 tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura.

“Itu sudah ada sejak tahun 2006 di Kepmentan 511. Komoditas ini kisarannya kita lihat ada fungsi obat-obatan, yang mungkin tidak ada di tanaman lain, ada di tanaman ini,” kata Prihasto.

Sumber: Merdeka.com