Pelayananpublik.id – Henrika Sitanggang (36), Petani kopi perempuan asal dusun Sianting Anting, Desa Saloan Tonga Tonga, Kecamatan Ronggur Nihuta, Kabupaten Samosir, merasa sangat dihargai saat keberadaannya sebagai petani dari pelosok Samosir dilibatkan dalam seminar bertaraf internasional yang diadakan di Laguboti, Toba Samosir pada Kamis (12/3/2020).
Seminar dengan tajuk “Sustainable Tourism and Water Quality in Lake Toba” digelar sebagai sambutan dan penghormatan intelektual atas kunjungan Raja Belanda Willem Alexander dan Ratu Maxima Zorreguieta Cerruti beserta rombongan ke Danau Toba, Sumatera Utara.
Pariwisata hijau (berkelanjutan), kualitas lingkungan dan air Danau Toba merupakan konsentrasi topik dan sorotan utama para pembicara seminar yang dimoderatori Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumatera Utara (Sumut), R Sabrina di Aula Kampus Institut Teknologi (IT) Del.
“Berbagai sumber pencemaran seperti limbah domestik, perikanan dan pertanian belum diatasi secara menyeluruh dan terintegrasi. Untuk hal tersebut, forum seminar menghimbau dan mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk ikut berpartisipasi menjadikan Danau Toba dan kawasan sekitarnya sebagai sumber kehidupan masyarakat dari segala aspek dan potensinya,” Kata Sabrina dalam pengantar seminar.
Terlihat hadir juga Rektor IT Del, Prof Togar M Simatupang, Konsul Kehormatan Belanda, Oni Indra Kusuma, sejumlah perwakilan Universitas dari Belanda, pelaku UKM, petani, serta pemateri dari Jakarta.
Dalam konteks pertanian tersebutlah Henrika Sitanggang mengaku berkesempatan diundang dalam kapasitas sebagai perempuan petani kopi dampingan BITRA Indonesia dalam program Toba Projects yang didukung oleh UTZ Certified Belanda bekerja sama dengan Rainforest Allianz (RA).
“Setelah mengikuti seminar ini, Aku sadar, sebagai petani kopi ternyata punya peran penting untuk mendukung pariwisata dan kualitas air Danau Toba. Namun, kami petani kopi yang berkesempatan didampingi Bitra, masih sedikit sekali dibandingkan jumlah petani kopi di kabupaten Samosir ini. Kami sangat berharap agar Bitra menambah jumlah petani dampingannya,” Harap Henrika.
“Sebelum didampingi BITRA, apa yang sebelumnya kami lakukan dalam bercocok tanam, ternyata sangat merugikan banyak pihak dan alam. Hasil panen tidak pernah baik dan maksimal. Pohon pelindung atau kanopi alami kopi tidak kami tanam. Secara tak sadar kami ikut serta merusak alam dengan segala bahan kimia yang kami gunakan. Tentunya juga ikut mempengaruhi kualitas air di danau Toba,” Tambah Henrika.
Pada kesempatan ini Henrika berterimakasih pada para pihak yang secara perlahan telah mengubah pola pikir dan prilaku para petani kearah yang lebih bersahabat dengan alam dan berkelanjutan.
“Kami juga diajarkan pertanian dengan pola Good Agriculture Practisis (GAP). Intinya ketika kebun kopi kami enak dipandang mata pengunjung dan rasa kopi yang kami hasilkan sehat dan enak di lidah, otomatis kami ikut mendukung pariwisata hijau dan lingkungan Danau Toba,” Kelakar filosofis Henrika.
“Keterlibatan pihak swasta, baik kelompok masyarakat, para penggiat lingkungan hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) sudah ada sejak lama. Perannya secara tidak langsung membantu program pemerintah. Namun belum terkoordinasi maksimal. Agar jauh lebih maksimal, kita dorong agar terintegrasi. Jangan masing-masing mengerjakan, tetapi tidak selaras dan jalan sendiri-sendiri,” Jelas Sekdaprov Sumut tersebut.
“Potensi Danau Toba luar biasa, anugerah Tuhan yang harus kita jaga dan pertahankan, terutama kualitas airnya. Di Indonesia, danau berperan multi fungsi. Selain memenuhi kebutuhan air, juga untuk irigasi, perikanan, pembangkit listrik dan seperti kita lihat di Danau Toba ini, juga berfungsi sebagai kawasan wisata. Keterlibatan perguruan tinggi dalam hal masukan konsep pengelolaan kawasan wisata sangat diperlukan, termasuk dalam menghasilkan generasi terdidik di kawasan Danau Toba.” Sebut Asisten Deputi Pendayagunaan Iptek Maritim Kemenko Maritim dan Investasi, Neni Hendiarti.
Konsentrasi pengelolaan kawasan Danau Toba, menurut Neni, mengedepankan keterlibatan sekaligus bermanfaat bagi masyarakat. Karenanya, perlu memperhatikan kepentingan khalayak dan peningkatan perekonomian rakyat.
“Salah satu yang menjadi problem hampir di semua kawasan wisata Danau Toba ini adalah sampah belum terkelola dengan baik. Pengelolaan bersama, terutama sampah plastik yang dapat bernilai ekonomis dengan melibatkan masyarakat menjadi penting,” terang Neni.
“Seminar ini cukup membuka kesadaran Saya, ternyata begitu banyak pihak yang peduli akan kerusakan lingkungan yang terjadi dan ada banyak upaya yang dilakukan untuk meminimalisir kerusakan tersebut. Intinya, apapun yang dilakukan pemerintah tanpa dukungan dan rasa perduli dari kita masyarakat yang tinggal di sekitar Danau Toba, tidak akan pernah mencapai tujuan yang diharapkan,” begitu kesan dan pesan pamungkas Henrika Sitanggang. (Bitra)