Lingkungan

Pemprov Banten Tutup 26 Lubang Tambang Emas Ilegal

Pelayananpublik.id- Sebanyak 26 lokasi tambang Penambangn Emas Tanpa Izin (PETI) di di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) di wilayah Kabupaten Lebak ditutup.

Penutupan ini dilakukan dalam rangka pemulihan wilayah TNGHS yang sudah rusak akibat penambangan dan pemblkan liar.

Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengatakan selain penutupan 26 lubang bekas PETI, 4 orang gurandil juga berhasil diamankan.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

“4 orang gurandil yang diproses kepolisian karena aktivitas ilegalnya itu,” ujarnya usai memimpin Rapat Kerja Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabanjir Bandang Kabupaten Lebak di Ruang Rapat Kantor Wakil Gubernur Banten, KP3B Curug, Kota Serang (03/02).

Ia mengakui cukup sulit untuk menutup penambangan emas tanpa izin. Karena motif ekonomi, dimana setiap gurandil emas liar rata-rata bisa mendapat sebanyak 2-5 gram emas per hari, dengan kisaran harga emas Rp 300-400 ribu per gram.

“Diperlukan pemutusan mata rantai kegiatan penambangan liar yaitu penyetopan penyediaan merkuri yang digunakan untuk memurnikan emas hasil penambangan liar,” pungkasnya.

Sementara itu terkait upaya pemulihan wilayah hutan di TNGHS yang rusak karena aktivitas PETI maupun pembakaran liar, Dinas LHK Provinsi Banten akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“DLHK akan memfasilitasi Hutan Rakyat seluas kurang lebih 25 Ha dan Kebun Bibit Desa untuk reboisasi,” ungkap Wagub.

DLHK Provinsi Banten akan berkoordinasi dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak untuk mengusulkan program penanaman bambu di tebing sungai wilayah terdampak banjir.

Sebelumnya Ombudsman RI Perwakilan Banten juga telah menyoroti terkait tambang emas ilegal yang beroperasi di Provinsi Banten.

Kepala Ombusdman RI Perwakilan Banten, Dedy Irsan menuturkan yang paling penting ketika pertambangan itu dikelola oleh negara maka harus memikirkan solusi ke depan. Khususnya dampak bagi masyarakat pelaku penambangan yang terdesak persoalan ekonomi.

“Artinya tidak hanya pendekatan secara hukum. Tapi bagaimana kepolisian juga bisa menangkap oknum-oknum di belakang itu semua yang memanfaatkan masyarakat,” tutur Dedy. (Kimi)