Sineas Medan Garap Film Tentang Kesawan

Perfilman Medan sedang bergairah. Film buatan sineas Medan terus bermunculan. Setelah film Jandi La Surong arahan sutradara Ori Sembiring rilis pada awal 2019 lalu, dan Sang Prawira karya sutradara  Ponti Gea di akhir November tahun 2019 kemarin rilis di bioskop tanah air, awal 2020 akan lahir film karya sineas Medan lainnya.

Disutradarai oleh dua film maker Medan, Djenni Buteto dan J. Hendry  Norman, film garapan keduanya mengambil genre drama horor yang dibalut triller dan romantis komedi.  Judulnya A Thousand Midnights in Kesawan.

Mengambil latar di inti kota Medan yakni Kesawan, film ini mengangkat kisah dua anak muda yang terjebak di Kesawan yang mencoba memaknai apa arti hidup dan mati.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Dialog batin dengan tokoh Seno dan Martha yang diperankan oleh Rudy Syarif dan Lorencia Adella Putri bisa membawa penonton ikut menjelajahi sejumlah sisa-sisa peninggalan masa kolonial di Medan, ketika disebut sebagai Paris van Sumatera atau Kota Parisnya Sumatera.

Menurut Djenni yang juga sebagai penulis skenario film A Thousand Midnights in Kesawan, film ini diangkat sebagai salah satu bentuk kecintaannya kepada Medan yang memiliki sejarah luar biasa.

Disebut-sebut sebagai kota perdagangan atau city of traders, jejak-jejaknya masih bisa dilihat berupa gedung-gedung tua bernuansa art deco, yang sangat indah ketika dinikmati malam hari.

“Jadi  kenapa tidak kita jadikan latar film saja. Supaya masyarakat yang belum tahu jadi paham penggalan sejarah kota ini,” ujar lulusan Ilmu Sejarah USU dan film production SAE Institute Jakarta ini.

Ia juga menambahkan, film ini melibatkan sineas muda Medan yang memiliki minat dan visi yang sama tentang perfilman Medan. Digarap dengan serius sejak September lalu, film ini akan mulai produksi  pada awal 2020 dengan dibantu 50-an kru dan pemain.

Production designer yang juga salah satu sutradara film A Thousand Midnights in Kesawan, J Hendry Norman, mengatakan adalah sebuah tantangan tersendiri baginya  membuat film ini bersama Djenni Buteto. Proses pra produksi yang sudah memasuki bulan ke 4 ini semakin menguatkan seluruh tim kreatif dan pemain, baik dari segi sinergisitas maupun kualitas film yang diharapkan.

“Film ini awalnya ingin digarap secara indie oleh kami, tetapi melihat gairah penonton Medan terhadap karya film anak Medan, kita jadi ingin membuatnya lebih serius lagi sehingga bisa meraih  penonton yang lebih meluas lagi,” ujar Hendry.

Baginya dan seluruh tim kreatif serta para pemain, ini adalah kesempatan bagi siapa saja untuk berkarya lebih baik dan bisa memiliki nilai jual yang baik pula, sehingga Medan bisa kembali menjadi salah satu daerah industri perfilman seperti di masa lalu.

“Dukungan dari berbagai pihak akan membantu proses kreatif ini. Sebab itu kami masih terus bergerilya untuk mencari sponsor maupun fundrising demi lancar dan suksesnya film ini. Dan syukurnya, support itu datang dari sejumlah pihak, dan kami masih menunggu real support lainnya,” ungkapnya.

Bukan Film Pertama

Sebagai inisiator film A Thousand Midnights in Kesawan,  bagi kedua sutradara ini bukanlah film pertama mereka. Sebelumnya J. Hendry Norman merupakan film maker yang menghasilkan sejumlah film-film pendek dokumenter maupun fiksi  yang berhasil menembus festival film baik di dalam maupun di luar negeri.

Di antaranya Festival Film Dokumenter (FFD), Jogja-NETPAC Asian Film Festival, Trashxploitation Film Festival di Kroasia. Namun, ini adalah kali pertama Hendry membuat film fiksi panjang dan berkolaborasi dengan Djenni Buteto.

Berbeda dengan Hendry, film A Thousand Midnights in Kesawan, bukanlah film fiksi panjang pertama bagi Djenni Buteto. Pada April 2016 lalu, ia bersama beberapa sineas Medan merilis film La Lebay di Medan. Diputar di sejumlah kampus dan art space di Medan dan Jakarta. Tahun lalu ia juga merilis film dokumenter panjang pertamanya berjudul Suara dari Jalanan.

“Kami berharap film ini akan lancar penggarapannya, dan sukses ditonton banyak penikmat film di Sumut bahkan kalau bisa sampai nasional bahkan internasional. Sebab, target kami juga film ini untuk diajukan ke sejumlah festival film,” ujar Hendry.