Pengertian Cybercrime, Bahayanya, Jenis Hingga Hukumnya di Indonesia

Pelayananpublik.id- Di zaman serba digital ini, istilah cybercrime tentu sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Bahkan pemerintah melalui Polri telah membentuk tim khusus untuk mengawasi dan memberantas cyber crime di Indonesia.

Secara umum cybercrime atau kejahatan siber atau kejahatan dunia maya adalah tidak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khususnya internet.

Ada banyak kegiatan yang termasuk cybercrime seperti penipuan, peretasan, pembobolan rekening, hingga penyebaran berita bohong alias hoax.

hari jadi pelayanan publik

Dengan berkembangnya teknologi internet kejahatan dunia maya juga semakin beragam jenisnya. Cyber crime dapat berupa penyadapan dan penyalahgunaan informasi atau data yang berbentuk elektronik maupun yang ditransfer secara elektronik, pencurian data elektronik, pornografi, penyalahgunaan anak sebagai objek melawan hukum, penipuan melalui internet, perjudian di internet, pengrusakan website, disamping pengrusakan system melalui virus, Trojan horse, signal grounding dan lain lain.

Meskipun dilakukan di dunia maya, efek kejahatan tersebut akan merugikan orang di dunia nyata, karena itu cybercrime harus diberantas juga.

Siapa pelaku cybercrime?

Pelaku kejahatan cybercrime merupakan orang-orang yang memiliki keahlian dalamimlu komputer dan internet. Pelaku cybercrime umumnya menguasai algoritma dan pemrograman computer unutk membuat script/kode malware, mereka dapat menganalisa cara kerja system computer dan jaringan, dan mampu menemukan celah system yang kemudian akan menggunakan kelemahan tersebut untuk dapat masuk sehingga tindakan kejahatan seperti pencurian data dapat berhasil dilakukan.

Pelaku kejahatan ini pun tak menutup kemungkinan seorang anak-anak yang sudah mahir dalam ilmu komputer. Kadang-kadang ada juga anak-anak yang sedang mempelajari ilmu komputer lalu melakukan peretasan pada situs atau website penting.

Kadang mereka melakukan itu hanya untuk bersenang-senang saja, bukan mau mengambil keuntungan atau sejenisnya. Namun tetap saja perbuatan seperti itu akan mendapat konsekuensinya.

Jenis Cybercrime

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, cybercrime ini banyak jenisnya. Dari yang gampang dan sepele dikerjakan, hingga yang rumit dan hanya dimengerti orang-orang yang berilmu tinggi saja.

Berikut adalah jenis-jenis kejahatan siber

1. Peretasan

Ini dilakukan dengan memasuki/menyusup kedalam suatu system jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik system jaringan komputer yang dimasukinya. Ini juga disebut Unauthorized Access to Computer System and Service. Tujuan pelaku meretas sistem bisa untuk mencuri data atau hanya iseng saja.

2. Penipuan

Penipuan ini banyak terjadi dan memakan korban orang-orang yang kurang jeli. Misalnya beredarnya SMS hadiah Telkomsel yang informasinya ada di situs palsu. Sebenarnya mudah membedakannya, Telkomsel atau perusahaan besar lainnya tidak akan menggunakan website blogspot atau wordpress yang gratisan.

3. Illegal Contents

Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya.

4. Pemalsuan Data

Ada pencurian data, ada pula pemalsuan data atau Data Forgery. Dalam hal ini pelaku memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.

5. Cyber Espionage

Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer(computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyberterrorism.

6. Cracking

Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak system keamanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu mereka mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.

7. Carding

Dalam cybercrime ada juga yang dikenal dengan istilah carding, yakni bertransaksi dengan kartu kredit orang lain. Ini jelas merugikan korbannya.

8. Cyber Terrorism

Suatu tindakan cyber termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintahan atau kewarganegaraan, termasuk cracking ke situs pemerintahan atau militer. Teroris dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk berkomunikasi relatif lebih aman,

Masih banyak lagi jenisnya dan terus berkembang seiring semakin majunyateknologi informasi dan internet di dunia.

Hukum Indonesia Terkait Cybercrime

Semua negara mungkin telah memiliki hukum untuk menangani cybercrime ini, termasuk Indonesia. Indonesia termasuk negara yang menetapkan cybercrime dalam hukum pidana.

Secara luas, tindak pidana siber ialah semua tindak pidana yang menggunakan sarana atau dengan bantuan sistem elektronik. Itu artinya semua tindak pidana konvensional dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) sepanjang dengan menggunakan bantuan atau sarana sistem elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk dalam kategori tindak pidana siber dalam arti luas. Demikian juga tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (“UU 3/2011”) maupun tindak pidana perbankan serta tindak pidana pencucian uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU TPPU”).

Dalam arti sempit, pengaturan tindak pidana siber diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”.

Berikut aturan hukum Indonesia terkait cybercrime

1. Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:

– Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang terdiri dari:
– Kesusilaan (Pasal 27 ayat (1) UU ITE);
– Perjudian (Pasal 27 ayat (2) UU ITE);
– penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3) UU ITE);
– pemerasan dan/atau pengancaman (Pasal 27 ayat (4) UU ITE);
– berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen (Pasal 28 ayat (1) UU ITE);
– menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat (2) UU ITE);
– mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU ITE);
– dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU ITE);
– intersepsi atau penyadapan illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan Sistem Elektronik (Pasal 31 UU 19/2016);

2. Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan (interferensi), yaitu:

– Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference – Pasal 32 UU ITE);
– Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference –Pasal 33 UU ITE);
– Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE);
– Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35 UU ITE);
– Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE); dan
– Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE).

3. Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan (interferensi), yaitu:

– Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference – Pasal 32 UU ITE);
– Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference –Pasal 33 UU ITE);
– Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE);
– Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35 UU ITE);
– Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE); dan
– Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE).

Selain mengatur tindak pidana siber materil, UU ITE mengatur tindak pidana siber formil, khususnya dalam bidang penyidikan. Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE.

Dalam rangka memberantas cybercrime, Polri kini telah melakukan terobosan dengan memudahkan pengaduan masyarakat terkait kejahatan ini.

Dittipidsiber Bareskrim Polri pada Agustus resmi meluncurkan situs ‘Patroli Siber’. Dalam situs ini, aksi kejahatan siber bisa langsung dilaporkan.

Situs ini juga membantu agar tiap satuan wilayah kepolisian saling terkoneksi untuk mengungkap kasus tindak pidana siber. Pasalnya pelaku kejahatan sering kali melakukan aksi kejahatan langsung di berbagai wilayah.

Demikian ulasan mengenai pengertian cybercrime, jenis hingga penanggulangannya oleh hukum di Indonesia. Semoga bermanfaat. (*)