Jangan Coba-coba Nunggak BPJS, Sanksinya Tak Bisa Perpanjang SIM dan Paspor

Pelayananpublik.id- Pemerintah tetap kekeuh dengan keputusannya menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Alasannya adalah karena selama ini BPJS mengalami defisit alias tekor.

Sehingga jalan satu-satunya adalah menaikkan iuran.

Namun rencana itu membuat masyarakat kasak-kusuk. Ada yang merasa kenaikan iuran itu wajar-wajar saja karena tak mungkin pemerintah menalangi dana tersebut terus-menerus, tak sedikit pula yang merasa keberatan membayar biaya yang naik 100 persen itu.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Peserta BPJS Kesehatan kelas 3 misalnya, iuran setiap bulan adalah Rp25.500. Jika jumlah anggota keluarga ada 5 orang berarti harus menyetorkan Rp127.500 tiap bulan. Namun setelah kenaikan yang kabarnya kelas III menjadi Rp42.000 maka jumlah yang harus disetor menjadi Rp210.000.

Dengan adanya kenaikan ini diprediksi akan banyak peserta yang menunggak pembayaran. Lalu bagaimana jika peserta BPJS Kesehatan menunggak iuran?

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, masyarakat atau peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran akan kena konsekuensi saat membutuhkan pelayanan perpanjangan SIM, pembuatan paspor, IMB dan lainnya.

“Aturannya sedang diinisiasi untuk sanksi pelayanan publik. Selama ini sanksi ada tapi hanya tekstual tanpa eksekusi, karena itu bukan wewenangnya BPJS Kesehatan,” katanya dilansir dari Liputan6.

Sanksi layanan publik kepada anggota yang menunggak iuran itu, kata dia, sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.

Dalam regulasi itu mengatur mengenai sanksi tidak bisa mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) bila menunggak membayar iuran BPJS Kesehatan.

Namun Fachmi menyampaikan bahwa sanksi tersebut tidak ada satu pun yang pernah dilaksanakan karena institusi terkait yang memiliki wewenang. Hasilnya, tingkat kolektabilitas iuran peserta mandiri atau PBPU yang berjumlah 32 juta jiwa hanya sekitar 50 persen.

Nah, dalam aturan baru yang akan dituangkan dalam instruksi presiden tersebut, pelaksanaan sanksi layanan publik akan diotomatiskan secara daring antara data di BPJS Kesehatan.

Dengan basis data yang dimiliki kepolisian, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Badan Pertanahan Negara, dan lain-lain.

Usulan Sanksi BPJS Ditolak Polri

BPJS Kesehatan sebelumnya pernah meminta Polri untuk bekerjasama dan untuk pemberian sanksi kepada penunggak iuran.

Namun usul itu ditolak Polri karena tidak ada undang-undangnya.

“Bukan hanya SIM. STNK juga dia (pihak BPJS Kesehatan) minta. Sebenarnya dari kita menolak. Kan dalam aturan undang-undang tidak menyebutkan demikian,” kata Direktur Registrasi dan Identifikasi Korps Lalu Lintas Polri, Brigjen Halim Pagarra.

Halim menyebut, sanksi tersebut justru menghambat pelayanan Polri kepada masyarakat. Apalagi, dalam pengajuan pembuatan SIM bukan hanya Polri saja yang terlibat, tetapi ada instansi lainnya yaitu Samsat, Jasa Raharja, dan Ditjen Pajak.

Sementara Kasubbag Humas Ditjen Imigrasi, Sam Fernando mengaku sudah mengetahui usulan sanksi bagi peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran. Satu diantaranya mereka ditolak mengajukan pembuatan paspor.

Namun, Fernando memastikan, pihaknya belum pernah diundang berbicara oleh pihak BPJS Kesehatan terkait rencana pemberian sanksi tersebut.

Selain itu, pihaknya imigrasi belum mengantongi data seluruh peserta BPJS Kesehatan. Sehingga pihaknya belum bisa memutuskan apakah bisa mendukung penerapan sanksi tersebut. (*)