Barangkali sebagai bangsa yang beradab, beragama, berbudaya, dan berperikemanusiaan kita semua sepakat bahwa kekerasan seharusnya bukan kebiasaan kita. Musyawarah mufakat, urun rembuk, gotong royong senantiasa hadir dalam keseharian kita. Ada banyak hal yang dapat diselesaikan dengan berunding, berdiskusi, hingga berdebat “panas”. Seperti kata pepatah: “Hati boleh panas, kepala tetap dingin”. Sesama anak bangsa harus saling bahu membahu mewujudkan cita- cita bangsa.
Kemarin beredar informasi, bahwa Sekretaris DPRD Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan himbauan kepada seluruh staf agar tidak membawa kendaraan hari ini. Ada kekhawatiran atas rencana aksi mahasiswa hari ini seperti Selasa kemarin. Ada banyak batu yang masih tertancap di dinding kaca gedung DPRD yang bersumber dari rakyat yang membayar pajak. Batu yang sebagian sumbernya dari trotoar di depan gedung DPRD pun dibangun dari uang rakyat yang membayar pajak. Maka apapun alasan dan tujuannya, merusak trotoar dan kaca gedung DPRD itu tidak mungkin mewakili rakyat. Perusak barang milik negara adalah penghianat dan musuh rakyat.
Aksi kelompok mahasiswa yang direncanakan hari ini kiranya terhindar dari kekerasan. Semua pihak harus menahan diri. Kita harus tunjukkan kepada dunia bahwa kita bangsa yang beradab. Tidak boleh ada batu, kayu atau benda lain yang dapat melukai orang lain. Tidak boleh ada tindakan merusak fasilitas yang bersumber dari rakyat yang membayar pajak. Kita berharap ada aksi teatrikal, puisi, lagu “kritik”. Tidak ada lagi “kekerasan” kata- kata pun tindakan fisik yang dapat merendahkan kemanusiaan kita.
Sebagai “agent of change”, suluh peradaban, mahasiswa harus menampilkan “aksi kelompok intelektual”. Segala bentuk kekerasan cara barbar tidak boleh ditampilkan. Mahasiswa harus membangun dinamika berpikir dengan “otak”, bukan dengan “otot”. Mahasiswa harus bergerak tanpa “vested interest” kecuali menyampaikan pesan moral bahwa semua penyelenggara negara, eksekutif, legislatif, yudikatif harus mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi maupun kelompok.
Pihak yang bakal menerima aspirasi mahasiswa juga diminta jangan “asbun” yang justru dapat memicu kemarahan mahasiswa. Mendengar dan memberi respon terhadap materi aksi mahasiswa harus disesuaikan dengan kapasitas kelembagaan. Mahasiswa juga diminta untuk dapat memahami kedudukan lembaga DPRD dalam sistem ketatanegaraan kita.
Aparat Polri diminta untuk menghindari segala bentuk tindakan kekerasan. Peristiwa yang terjadi selasa kemarin kita harapkan tidak terulang kembali. Sebagai negara hukum, kita semua sama di hadapan hukum. Tidak seorangpun kebal hukum, maka setiap tindakan melawan hukum juga harus ditangani tanpa kekerasan, baik dalam bentuk perkataan pun tindakan fisik.
Kita semua harus ingat, tidak seorangpun lebih berjasa kepada NKRI daripada yang lain. Negara yang diperjuangkan dengan darah, dan airmata oleh para pahlawan, jangan kita rusak. Aparat negara yang lain selain Polri juga diminta untuk saling mengerti dan memahami tugas masing- masing institusi. Siapapun dan atas nama apapun tidak boleh melakukan kekerasan pun melindungi pelaku kekerasan.
Kepahlawanan kita ditentukan oleh kesetiaan kita menjaga NKRI dari rongrongan dari dalam maupun ancaman dari luar. Saling menuding antar lembaga negara tidak membuat kita lebih hebat dari yang lain. Saling menyalahkan tidak membuat kita lebih dicintai rakyat lebih dari yang lain. Kita semua harus gotong royong untuk memperjuangkan Indonesia Raya.
Tulisan dari : Sutrisno Pangaribuan, ST, Plt. Ketua Koordinator Daerah Jokowi Center Provinsi Sumatera Utara.