94 Persen BUMN Tidak Informatif ke Publik

Pelayananpublik.id- Meski ada Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, nyatanya masih banyak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang enggan informatif kepada khalayak umum.

Bahkan data dari Komisi Informasi selama 2018 hanya ada 7 dari 111 BUMN yang bersedia informatif kepada publik. Yang artinya 94 persen lainnya masih tidak terbuka.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Komisi Informasi, Bambang Sigit Nugroho baru-baru ini.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

“Infomasi pada BUMN yang dilihat dari hasil monitoring dan evaluasi tahun 2018, tenyata belum dilaksanakan sepenuhnya oleh 111 BUMN. Sedangkan 104 BUMN, masuk dalam kualifikasi tidak informatif,” jelasnya dikutip dari Viva.co.id.

Bambang menyimpulkan, berdasarkan hasil pemantauan itu banyak yang belum melaksanakan keterbukaan informasi publik, sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Menurut dia, hanya ada 56 BUMN yang mengikuti monitoring dan evaluasi dengan hasil tujuh BUMN memenuhi kualifikasi sebagai badan publik informatif hingga cukup informatif.

Karena itu, kegiatan bimbingan teknis tersebut penting untuk menjalankam amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Ia menyebutkan seharusnya seluruh badan publik melaksanakan hak dan kewajibannya untuk mengumumkan, menyediakan, mendokumentasikan.

Cakupan badan publik, ujar Bambang, diatur dalam UU KIP untuk melaksankan keterbukaan informasi publik wajib meliputi lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara.

Termasuk juga lembaga yang seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), organisasi nonpemerintah atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan APBD atau sumbangan masyarakat, atau luar negeri.

“BUMN sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dituntut untuk melaksanakan segala tujuan kegiatannya dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan,” kata Bambang.

(Nur Fatimah)