Pelayananpublik.id- Pernyataan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI, Fadli Zon mengenai pemerkosaan massal di tahun 1998 hanya rumor menyulut amarah publik terutama para aktivis.
Perkataan Fadli Zon tersebut dinilai berupa dusta dan pembohongan publik. Sehingga para aktivis menyatakan sikap penolakan terhadap penyataan tersebut. Apalagi Fadly juga menggagas penulisan ulang sejarah resmi Indonesia.
Kepala Lab45, Jaleswari Pramodhawardani, mengatakan perkataan Fadli Zon yang mengingkari adanya pemerkosaan massal di tahun 1998 berarti juga menggagalkan pengungkapan fakta sejarah kelam 1998.

“Perkataan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Fadly Zon bertentangan dengan negara, dimana Presiden BJ Habibie telah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kekerasan 1998 dan Presiden Jokowi juga memerintahkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM pada saat itu,” ujarnya dalam Konferensi Pers Kami Perempuan Indonesia: Menolak Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon, Jumat (13/6/2025).
Konferensi pers ini digelar Koalisi Perempuan Indonesia bersama Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) dan para aktivis perempuan secara daring.
Dani mengatakan Fadli Zon juga mengabaikan bukti konkret kekejaman pelaku kekerasan kepada kaum perempuan pada 1998.
Dari itu, pihaknya juga menuntut permintaan maaf yang tulus dan bukan hanya seremonial dari Fadli Zon dan menuntut penyelesaian kasus 1998.
“Permintaan maaf bukan hanya seremonial tapi harus disertai pengakuan, pengungkapan sejarah, penangkapan pelaku untuk diadili. Ini janji negara untuk melindungi dan memberikan keadilan bagi warganya,” ujarnya.
Bagi Dani, poin yang perlu ditekankan yakni kebenaran sejarah dan keadilan bagi korban adalah mutlak.
Dalam kesempatan yang sama, sejarahwan Ita Fatia Nadia menegaskan perkataan Fadli Zon adalah dusta serta pembohongan publik.
Ia mengatakan Presiden Jokowi sebelumnya telah menyatakan 23 pelanggaran berat HAM yang terjadi pada 1998 termasuk pemerkosaan massal.
Sebelumnya juga terdapat mandat keputusan bersama 5 menteri yakni Menhan, Menteri Kehakiman, Mendagri, Jaksa Agung dan Menteri Urusan Perempuan. Mandat itu meminta verifikasi terjadinya kekerasan di 1998.
“Jadi pernyataan bahwa pemerkosaan massal 1998 hanya rumor itu sangat berlawanan dengan mandat tersebut,” katanya.
Adapun pernyataan peristiwa pemerkosaan massal 1998 itu disampaikan Fadli Zon saat wawancara tentang proses penulisan ulang sejarah bersama jurnalis senior dari IDN Times, Uni Zulfiani Lubis.
Awalnya Fadli menjelaskan bahwa penulisan ulang sejarah bertujuan untuk mengklarifikasi rumor-rumor yang selama ini telah dianggap sebagai fakta sejarah. Fadli kemudian menjadikan peristiwa pemerkosaan massal sebagai contoh dari rumor yang ingin dia luruskan.
“Pemerkosaan massal kata siapa itu? Enggak pernah ada proof-nya. Itu adalah cerita. Kalau ada tunjukkan, ada enggak di dalam buku sejarah itu?” kata Fadli Zon dalam wawancara yang ditayangkan di siaran YouTube media IDN Time pada Rabu, 11 Juni 2025. Mantan Wakil Ketua DPR RI itu juga menuturkan ia pernah menguji para sejarawan dengan mengatakan bahwa peristiwa tersebut telah diakui oleh tim pencari fakta.
“Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka (penulis ualng sejarah) tidak bisa buktikan,” ungkap Fadli. (*)