Pelayananpublik.id- Korban kekerasan seksual di Kabupaten Simalungun merasakan ketidakadilan hukum.
Pada September 2024, Rumah Aman Peduli Puan ASB mendampingi 2 (Dua) orang anak perempuan yang mengalami kekerasan seksual, dimana pelaku merupakan seorang pria paruh baya yang lokasi rumahnya tidak jauh dari rumah korban.
“Bersama Rumah Aman Peduli Puan, korban melaporkan kasus kekerasan seksual tersebut ke Polres Kabupaten Simalungun tepatnya 19 September 2024, dan proses pengumpulan keterangan oleh penyidik di Polres Simalungun,” terang Aktivis Aliansi Sumut Bersatu, Ferry Wira Padang dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (7/2/2025).
Setelah itu, lanjut dia, berkas diterima Kejaksaan Negeri Simalungun, dan diserahkan ke Pengadilan Negeri Simalungun untuk proses persidangan.
“Proses persidangan telah dilakukan beberapa kali, hingga pada 03 Februari 2025 persidangan dengan agenda membacakan putusan Hakim dilakukan. Proses persidangan ini tidak diberitahu ke Pendamping Hukum,” katanya.
Untuk perkara dengan nomor reg 414/Pid.Sus/2024/PN Sim dijatuhi hukuman 6 (Enam) tahun dan perkara dengan nomor reg 415/Pid.Sus/2024/PN Sim, dijatuhi hukuman 7 (Tujuh) tahun penjara, kedua kasus tersebut dikenakan UU Perlindungan anak tanpa mencantumkan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk mengakomodir hak korban.
Fakta lain yang ditemukan selama proses persidangan terdapat beberapa kekeliruan prosedur persidangan terdapat kasus anak korban kekerasan seksual yang mana pada saat sidang dengan agenda keterangan saksi, anak korban dipertemukan dengan terdakwa yang membuat anak korban tidak berani untuk diambil keterangannya selain itu terdakwa yang bukan dari bagian perkara juga terdapat di dalam ruang sidang pada saat diambil keterangan terdakwa yang mengakui perbuatannya tidak sesuai dengan dasar hukum pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
“Dalam UU SPPA, sidang anak sebagai korban dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali saat pembacaan putusan,” jelasnya.
Berdasarkan hal tersebut Rumah Aman Peduli Puan ASB menyampaikan kekecewaan terhadap Aparat Penegak hukum Kabupaten Simalungun dalam memproses penanganan kasus kekerasan terhadap 2 (dua) orang anak perempuan korban kekerasan seksual dan kami ingin menyampaikan seruan, yaitu :
Meminta Jaksa Penuntut Umum segera mengajukan banding terhadap putusan yang tidak mencerminkan keadilan
Menyerukan kepada Mahkamah Agung dan aparat penegak hukum untuk lebih serius dalam menangani perkara kekerasan seksual, dengan memberikan putusan yang sesuai dengan rasa keadilan dan efek jera bagi pelaku.
Meminta aparat penegak hukum di Kabupaten Simalungun menggunakan UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dimana kekerasan seksual adalah dianggap sebagai kejahatan yang serius, Negara telah mensahkan Undang-undang R.I Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. seharusnya Pengadilan Negeri Simalungun yang merupakan lembaga negara yang harusnya ikut melaksanakan Undang-undang tersebut bukan malah mengambil tindakan yang menyimpang dan tidak didasarkan pada asas kepentingan terbaik bagi korban dan keadilan.
Kemudian dengan menjatuhkan hukuman yang rendah kepada terdakwa juga menunjukkan Pengadilan Negeri Simalungun tidak mau melaksanakan substansi Undang-undang tersebut dalam menjamin ketidak berulangan kekerasan seksual pada korban.
“Meminta Pengadilan Negeri Kabupaten Simalungun memperhatikan aturan dan peraturan persidangan untuk kasus anak.
Demikian rilis pers ini disampaikan untuk kepentingan pemberitaan dan edukasi terhadap dunia hukum dan masyarakat, sekian dan terima kasih,” tutupnya. (*)