Ini Penyebab Biaya Kesehatan di RI Mahal Menurut Kemenkes

Pelayananpublik.id- Biaya kesehatan di Indonesia memang mahal, apalagi setelah Covid-19 melanda. Padahal sebenarnya biaya kesehatan itu tidak mahal.

Hal ini diungkapkan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes RI), Prof. Dante Saksono Harbuwono.

Prof. Dante mengungkapkan bahwa sebenarnya biaya kesehatan mahal tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lainnya. Menurut Prof. Dante, hal itu dipengaruhi oleh besaran biaya yang keluarkan untuk kesehatan (health expenditure).

bank sumut selamat hari raya idul fitri

“Jadi, kita melakukan analisis berdasarkan Gross National Product (GNP) di sebuah negara dibandingkan dengan health expenditure, biaya yang dipakai untuk kesehatan,” katanya dikutip dari CNBC Indonesia.

“Hampir semua negara memiliki health expenditure yang lebih tinggi daripada GDP (Produk Domestik Bruto/PDB)-nya. Kita dengan angka itu akan menunjukkan bahwa inflasi kesehatan, biaya kesehatan itu akan lebih tinggi dibandingkan inflasi secara umum,” sambungnya.

Hingga saat ini, kata dia, baru ada dua negara dengan health expenditure yang lebih rendah daripada PDB, yakni India dan Kuba. Menurut Wamenkes, hal ini terjadi berkat promotif dan preventif yang dilakukan kedua negara tersebut.

“Kenapa mereka bisa begitu? Karena mereka melakukan kegiatan promotif dan preventif yang lebih baik, lebih masif sehingga bisa menekan angka kejadian penyakit dan kegiatan untuk melakukan pengobatan,” ujar Prof. Dante.

Ia pun mengatakan industri dalam negeri untuk obat-obatan dan alat kesehatan mereka bisa genjot karena itu mereka bisa lebih maju dan lebih mandiri. Itu yang menyebabkan health expenditure mereka lebih rendah daripada GDP-nya.

Menurut Prof. Dante, harga obat-obatan di Indonesia dapat lebih murah jika ada produsen bahan baku untuk obat-obatan di Tanah Air.

“Salah satu di bidang kesehatan kemandirian itu adalah kemandirian untuk memproduksi bahan baku untuk obat-obatan. Bahan baku untuk obat-obatan kalau kita bisa produksi dalam negeri maka harga obat lebih murah,” kata Prof. Dante.

Menurutnya, Kemenkes RI akan memasukkan nilai kandungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang lebih besar pada alat kesehatan (alkes) dan meningkatkan edukasi kepada masyarakat. Karena hal ini dinilai lebih efektif.

“Kemudian langkah yang kita lakukan adalah memasukkan nilai kandungan TKDN yang lebih besar supaya dia bisa masuk e-katalog untuk alkes. Kalau dia punya TKDN yang tinggi, dia akan diprioritaskan untuk masuk e-katalog sehingga membuat harga alkes lebih murah,” ujar Dante.

Selain itu, kata dia pilar kesehatan transformasi yang lainnya adalah kegiatan promotif dalam preventif sebagai kegiatan pilar pertama.

“Sehingga masyarakat sudah mulai diedukasi sebelum mereka sakit, mereka sudah divaksinasi sebelum mereka sakit, dan seterusnya,” katanya.

Sebagai informasi, Survei Global Medical Trends 2024 yang dirilis Willis Tower Watson mengungkapkan adanya kenaikan yang cukup signifikan terhadap biaya medis global di tahun 2023, dari yang sebelumnya 7,4% menjadi 10,7%. (*)