Pelayananpublik.id- Etnics of Care menyoroti ramainya tindak kriminal pembegalan yang terjadi di Kota Medan. Aksi pembegalan kian mengkhawatirkan masyarakat.
Belakangan, kasus pembegalan mahasiswa Universitas Muhammdiyah Sumatra Utara, Insanul Anshori Hasibuan terjadi pada Rabu (14/6/2023). Ihsanul tewas setelah diduga dibegal di Jalan Mustafa.
Farid Wajdi, Founder Ethics of Care mengatakan berita pembegalan masih mengisi ruang publik di tengah hiruk pikuk masalah ekonomi, hukum, dan politik di negeri ini. Kehadirannya yang bertubi-tubi nyaris tanpa jeda belakangan ini menjadi tamparan keras buat negara yang masih sering absen dalam menjamin keamanan dan keselamatan warga.
“Karena minimnya kehadiran negara, begal dengan serangkaian terornya begitu mudah mengobrak-abrik rasa aman masyarakat,” katanya, Kamis (15/6/2023).
Farid menyebutkan bahwa hak rakyat untuk mendapatkan perlindungan dan keamanan dari negara kandas di tangan para jagal jalanan itu.
“Korban terus berjatuhan seiring dengan kian tingginya keresahan masyarakat. Dalam kasus begal motor, polisi sebagai wakil negara hampir seperti mati langkah,” ucapnya. Katanya, tangan polisi pun seperti tak pernah benar-benar mampu menjangkau kelompok begal yang tersebar.
Seperti halnya kasus pembunuhan oleh Geng Motor terhadap seorang kepala keluarga yang membonceng anak istrinya di Medan Labuhan.
“Korban begal sudah banyak berjatuhan. Meski, tidak spesifik begal, namun ini merupakan kejahatan jalanan yang menakutkan dan memilukan,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam peristiwa pembegalan, umumnya masyarakat sebagai sasaran (korban) tidak berdaya karena para pelaku begal menggunakan senjata tajam dan tak segan nekat membunuh korban dengan sadis. Pelaku juga biasanya adalah sekelompok orang dengan sebutan geng motor.
Adapun penyebab meningkatnya kasus kriminalitas dipercaya oleh banyak pakar dikarenakan banyak faktor. Seperti faktor sulitnya ekonomi dan kecanduan narkoba.
“Orang yang sudah candu atau ketagihan narkoba harus menyediakan uang untuk membeli barang haram tersebut hingga akhirnya melakukan pembegalan,” ujarnya.
Di sisi lain, lemahnya hukum ataupun keluarga yang rusak (broken home) maupun pendidikan yang belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Terbukti dari usia sebagian pelaku pembegalan adalah usia anak.
“Para pelaku begal yang rata-rata berusia muda itu tumbuh menjadi liar karena faktor lingkungan dan masalah sosial. Begal ialah kriminalitas yang berbalut masalah sosial-ekonomi,” ujarnya.
Oleh karena itu, solusi komprehensif yang menjangkau ranah sosial-ekonomi juga mesti menjadi bagian dari strategi. “Beragam faktor itulah yang dianggap menjadi alasan kuat maraknya aksi kriminalitas jalanan ini,” ucapnya.
“Masalah kemiskinan dan pengangguran yang selama ini terus menjadi momok harus dibereskan segera karena dari situlah benih-benih begal mulai tersemai,” tambahnya.
Untuk itu, ia mengatakan pentingnya kampanye pemberantasan begal wajib terus dilaksanakan oleh semua pihak.
“Tidak hanya tugas kepolisian dan pemerintah. Tidak hanya menerapkan hukuman tapi juga melakukan usaha preventif (pencegahan),” tuturnya.
Katanya, polisi jelas harus meningkatkan kinerjanya untuk memenuhi rasa aman publik. Tindakan terukur, tegas, masif dan rutin adalah kunci lain dalam mencegah korban begal berikutnya. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk berkomitmen kuat untuk melindungi warganya dalam menjaga keamanan lingkungan.
“Bila publik memandang kejahatan begal sudah menjadi penyakit yang mesti diberangus, sudah semestinya pula mereka memasang level kewaspadaan tinggi,” pungkasnya. (*)