KPK: Penyelenggara Negara yang Punya Harta Tak Jelas dan Tanpa Bukti Bisa Dipidana

Pelayananpublik.id- Harga mewah pejabat publik sedang disorot masyarakat. Hal ini buntut kasus penganiayaan yang dilakukan anak pejabat Dirjen Pajak yang ujungnya malah mengungkap barang mewah mereka justru menunggak pajak.

Sejak itu masyarakat menyoroti barang mewah para pejabat negara seperti kendaraan hingga rumah.

Sebenarnya apakah salah jika pejabat memiliki harta berlimpah dan mewah? Tentu saja tidak, asal hartanya itu bisa dibuktikan asal usulnya.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Sebaliknya jika harta itu tidak jelas dan tidak bisa dibuktikan, maka pejabat atau penyelenggara bisa dipidana.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/2/2023).

Ia mengatakan pejabat negara wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dan jika ditemukan aset tidak wajar, KPK berhak memanggil yang bersangkutan

“Terhadap harta penyelenggara negara KPK yang dinilai tidak wajar kemudian dianalisis dan dikonfirmasi kepada pelapor dan jika tidak dapat dijelaskan dan dibuktikan dapat dijadikan dasar untuk penegakan hukum, baik oleh KPK jika merupakan wilayah kewenangan KPK,” katanya, seperti yang dilansir dari Republika.co.id.

Atau, kata dia, dengan mengkoordinasikannya kepada instansi yang berwenang ataupun pihak terkait lainnya.

Ghufron menjelaskan, pelaporan kekayaan penyelenggara negara melalui LHKPN bertujuan menilai kewajaran harta yang dimiliki berdasarkan pendapatan (income) yang sah. Sehingga LHKPN setelah dilaporkan oleh KPK pasti dilakukan verifikasi dan pemeriksaannya.

Bahkan, sambung dia, hasil analisis pemeriksaan LHKPN ini juga sering digunakan sebagai instrumen penilaian pendukung dalam promosi jabatan di kementerian, lembaga, maupun pemda.

“Hal itu menjadi bagian proses pencegahan agar pihak yang dipilih adalah pihak berintegritas,” jelas Ghufron.

Selain itu jika ada laporan atau penyelidikan terhadap pejabat, maka LHKPN dapat juga digunakan untuk mendukung pengungkapan suatu perkara tindak pidana korupsi ataupun pencucian uang (TPPU) serta upaya pemulihan aset (asset recovery). Ia menyebut, penerapan ini sebagai integrasi strategi pencegahan dan penindakan KPK.

Di sisi lain, Ghufron mengatakan, khusus dalam LHKPN mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, KPK sudah menindaklanjuti dan mengkoordinasikannya dengan Inspektorat Bidang Investigasi Kemenkeu sejak tahun 2020. Namun, ia tak memerinci hasil koordinasi tersebut.

Sebelumnya, KPK berjanji mengusut tuntas LHKPN milik Rafael Alun Trisambodo. Jika ditemukan ada indikasi tindak pidana dalam laporan harta Rafael, maka lembaga antirasuah ini bakal melanjutkan ke tahap penyelidikan.

“Kita tunggu hasil klarifikasi dan pemeriksaan Direktorat LHKPN jika ditemukan indikasi perbuatan pidana tentu akan diteruskan pada langkah-langkah penyelidikan,” kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango kepada wartawan, Jumat (24/2/2023).

Nawawi mengungkapkan, pihaknya pun telah meminta Direktur LHKPN Isnaini untuk melakukan klarifikasi dan menyusun rencana pemeriksaan terhadap pelaporan LHKPN Rafael. Bahkan, dia mendorong Direktorat LHKPN untuk bergerak jemput bola menangani masalah ini.

“Tidak sekadar memanggil, tapi jika perlu didatangi,” ujar Nawawi.

KPK bakal segera memanggil Rafael Alun Trisambodo. Pemanggilan ini untuk mengklarifikasi LHKPN miliknya yang mencapai Rp 56 miliar. Namun, belum diketahui kapan Rafael akan dimintai keterangan terkait harta miliknya tersebut. (*)