Sebut Pengorbanan Saat Covid-19, Massa Nakes Honorer Minta Diangkat jadi ASN

Pelayananpublik.id- Kelompok massa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Nakes dan Non-Nakes (FKHN) menggelar demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (22/9/2022).

Massa yang tergabung dalam itu menuntut pemerintah agar segera mengangkat mereka menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Mereka tidak terima dengan wacana penghapusan honorer yang dicetuskan MenPAN RB beberapa waktu lalu. Sebaliknya, mereka menuntut agar honorer tenaga kesehatan diangkat menjadi PNS mengingat jasa mereka saat menghadapi pandemi Covid-19.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Massa tiba di kawasan Patung Kuda sekitar pukul 08.45 WIB. Mereka kompak mengenakan pakaian berwarna putih sambil membawa berbagai atribut.

Beberapa di antaranya seperti bendera, slayer, spanduk, hingga poster. Berbagai atribut itu bertuliskan protes hingga tuntutan kepada pemerintah.

Sebagian besar menyuarakan tuntutan utama yang disuarakan dalam aksi hari ini, yakni agar diangkat menjadi ASN.

Massa juga menyinggung pengorbanan selama menjadi garda terdepan dalam penanganan Covid-19.

“ASN harga mati! ASN harga mati! ASN harga mati!” teriak massa saat berjalan menuju Patung Kuda.

Massa aksi juga menuntut Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan presiden yang khusus mengatur honorer nakes dan non-nakes agar bisa diangkat menjadi ASN.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga sempat menjanjikan pemerintah akan mengangkat tenaga kerja honorer di bidang kesehatan sebagai ASN atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Budi menyebut pengangkatan honorer nakes jadi PNS dilatarbelakangi kondisi sektor kesehatan yang kekurangan sumber daya manusia. Sebagai gambaran, kata Budi, masih ada 586 dari total 10.373 puskesmas yang tidak punya dokter.

Selain itu, 5.498 dari 10.373 puskesmas atau 53 persen Puskesmas belum memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan sesuai standar. Ditambah hanya 302 dari 608 atau sekitar setengah RSUD kelas C dan D saja yang sudah memiliki tujuh dokter spesialis lengkap alias yang memenuhi standar nasional. Sedangkan sisanya masih kompromi. (*)