Gegara Polemik Minyak Goreng, Demokrat Suruh Mendag Lutfi Mundur

Pelayananpublik.id- Pemerintah dinilai gagal mengintervensi harga minyak goreng di pasaran. Hingga saat ini harga minyak goreng masih mahal yakni 23-27 ribu per liter.

Terkair itu, desakan agar Menteri Perdagangan (Mendag) M Lutfi mundur dari jabatannya pun bermunculan. Salahsatunya adalah dari Demokrat

Anggota Fraksi Demokrat DPR Didi Irawadi Syamsuddin meminta Mendag Lutfi mundur dari jabatannya karena polemik minyak goreng ini tak kunjung selesai, sehingga ia dinilai tak mampu mengatasi hal itu.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

“Langkanya dan mahalnya kebutuhan pokok, apalagi meroketnya harga minyak goreng yang sudah berbulan-bulan terjadi, tanda Menteri Perdagangan memang tidak mampu mengatasi masalah,” ujarnya dikutip dari Republika, Jumat (8/4).

Sejak Lutfi mencabut harga eceran tertinggi (HET), sambung dia, migor memang tidak lagi langka dan sudah bisa ditemukan dengan mudah di supermarket mana pun. Tetapi, harganya yang berkali-kali lipat juga memberatkan masyarakat kalangan bawah.

“Menteri Perdagangan sudah harus mundur,” ucap anggota Komisi III DPR tersebut.

Menteri sendiri, kata dia, sempat menyebut ada mafia minyak goreng. Namun itu juga belum berhasil diselesaikan.

“Dugaan mafia minyak goreng yang sudah jelas tidak bisa diatasi apakah tidak membuat malu sang menteri? Apalagi sang menteri juga pernah bilang ada mafia minyak goreng tersebut,” ujar Didi.

Dia berharap, pemerintah segera menemukan solusi atas permasalahan migor tersebut. Didi menginginkan agar ada pemimpin yang bisa mengatasi para mafia migor. “Saat ini rakyat menunggu solusi soal minyak goreng dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya. Harus ada pemimpin kuat yang bisa sikat para mafia tersebut. Selanjutnya bisa atasi dan menata kembali kebijakan terkait harga yang tidak terjangkau itu,” jelasnya.

Dia juga menyindir pemerintah yang tidak bisa menyediakan migor terjangkau bagi masyarakat. Padahal, Indonesia dikenal sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. “Ironis, di negeri yang sawitnya melimpah ruah, produsen kelapa sawit (CPO) terbesar dunia. Justru rakyatnya harus membeli sangat mahal minyak gorengnya,” ucap Didi. (*)