Begini Ciri-ciri Penceramah Radikal Menurut BNPT

Pelayananpublik.id- Ceramah keagamaan seringkali bisa mempengaruhi pemikiran jemaahnya. Di sisi positif ceramah agama berguna untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan YME. Namun terkadang ada isi ceramah bermuatan hasutan yang terindikasi pada pemikiran radikal.

Dan saat ini pemerintah Indonesia sedang memberi perhatian serius pada gejala radikalisme di tengah masyarakat.

Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi bahkan sempat meminta agar istri dari aparat TNI-Polri tak asal mengundang penceramah yang ternyata berpaham radikal.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Dari itu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun mengeluarkan sejumlah ciri penceramah radikal.

Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid mengatakan radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme.

Upaya tersebut, kata dia, dilakukan dengan memanipulasi dan mempolitisasi agama.

“Sejak awal kami (BNPT) sudah menegaskan bahwa persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme,” katanya dikutip dari Merdeka.com, Sabtu (5/3).

Peringatan yang disampaikan oleh Jokowi tersebut, kata dia, harus ditanggapi serius seluruh Kementerian, lembaga pemerintahan dan masyarakat.

Ia pun membeberkan beberapa ciri penceramah yang terindikasi radikal.

Yakni pertama, penceramah itu mengajarkan anti-Pancasila dan pro terhadap ideologi khilafah atau yang ingin mendirikan negara Islam.

Yang kedua adalah penceramah itu biasanya mengajarkan paham takfiri atau mengafirkan pihak lain yang berbeda paham ataupun agama. Lalu, mereka menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah.

“Dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks,” katanya.

Ciri keempat, kata dia, penceramah tersebut memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungannya. Mereka dinilai bersikap intoleransi terhadap perbedaan.

Ciri lainnya, kata Nurwakhid adalah mereka biasanya berpandangan anti budaya atau kearifan lokal keagamaan.

Ia pun meminta agar masyarakat tak mencirikan penceramah dengan hanya pada berpatok pada penampilannya.

“Tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan dan keragaman,” jelas dia.

Kelompok radikal, kata dia, bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi dan doktrin yang ditanamkan ke tengah masyarakat.

Biasanya, mereka melakukan strategi dengan menghilangkan dan menyesatkan sejarah bangsa Indonesia. Lalu menghancurkan budaya lokal, hingga mengadu domba anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA.

Menurutnya, cara itu dilakukan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan kebudayaan luhur bangsa.

“Inilah yang harus menjadi kewaspadaan kita bersama dan sejak awal untuk memutus penyebaran infiltrasi radikalisme ini salah satunya adalah jangan asal pilih undang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat,” kata dia. (*)