Ramai Jual Selfie NFT Foto KTP, Ini Loh Bahayanya!

Pelayananpublik.id- Ghozali Everyday yang meraup Rp1,5 milyar rupiah dari menjual foto selfie non-fungible token (NFT) membuat orang-orang tergiur.

Sehingga kini marketplace OpenSea pun diramaikan oleh orang Indonesia yang menjual berbagai macam hal seperti baju, makanan, ayam jantan bahkan foto selfie Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan harapan mendapat uang seperti Ghozali.

Namun, orang-orang harus segera menyadari bahaya menjual foto selfie KTP tersebut.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan menjual dokumen kependudukan seperti itu sangat rentan mengalami tindakan kejahatan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.

Karena pada dasarnya selfie dengan KTP elektronik biasa digunakan sebagai salah satu syarat verifikasi dan validasi (verivali) pada sejumlah aplikasi atau layanan berbasis online.

“Menjual foto dokumen kependudukan dan melakukan foto selfie dengan dokumen KTP-el di sampingnya untuk verivali tersebut sangat rentan adanya tindakan fraud/penipuan/kejahatan oleh ‘pemulung data’ atau pihak-pihak tidak bertanggung jawab karena data kependudukan dapat dijual kembali di pasar underground atau digunakan dalam transaksi ekonomi online seperti pinjaman online,” katanya dikutip dari CNN Indonesia.

Ketidakpahaman penduduk terhadap pentingnya melindungi data pribadi, kata dia, menjadi isu penting yang harus disikapi bersama-sama oleh semua pihak.

“Oleh karena itu, edukasi kepada seluruh masyarakat oleh kita semua untuk tidak mudah menampilkan data diri dan pribadi di media online apapun sangat perlu dilakukan,” ujarnya.

Salahsatunya adalah dengan lebih selektif dalam memberikan identitas kepada sebuah platform atau aplikasi, terutama yang melibatkan keuangan.

Ia menjelaskan menjual atau mendistribusikan dokumen kependudukan (termasuk milik diri sendiri) di media online tanpa hak adalah tindakan melanggar hukum.

Atas pelanggaran tersebut pelakunya diancam pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

“Hal ini diamanatkan dalam Pasal 96 dan Pasal 96A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan,” pungkas Zudan. (*)