Pelayananpublik.id- Pemerintah RI akan mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dengan demikian, administrasi perpajakan akan lebih sederhana, dan pemerintah lebih mudah mendeteksi wajib pajak yang telah memenuhi syarat untuk ditarik pajaknya.
Namun kebijakan itu menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pasalnya pemilik KTP atau NIK tidak selamanya orang yang punya penghasilan, anak SMA misalnya. Mereka resah apabila nanti justru harus membayar pajak padahal mereka belum memiliki penghasilan.
Terkait itu Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani meluruskan bahwa tidak semua pemilik NIK akan menjadi wajib pajak.
“Banyak yang bilang kalau kamu punya NIK, berarti anak-anak umur 17 tahun yang sudah mulai punya KTP, berarti kamu harus bayar pajak. Seolah-olah semua yang punya NIK harus bayar pajak. Itu salah, sangat salah,” ujarnya dikutip dari CNBC Indonesia, belum lama ini.
Penyatuan KTP dan NPWP ini, kata dia, hanya untuk menyederhanakan sistem perpajakan di Indonesia. Terutama agar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) lebih mudah untuk melakukan administrasi pajak.
Dengan demikiab DJP akan lebih mudah untuk melihat mana wajib pajak yang harus membayar pajak dan mana wajib pajak yang memang tidak perlu membayar pajak. Sebab, semuanya terekam di KTP.
“NIK sebagai NPWP akan menyederhanakan administrasi perpajakan kita. Namun rakyat Indonesia masih diberikan azas keadilan, ya kalau nggak ada income ya nggak bayar pajak,” jelasnya.
Selain itu, bukan hanya anak 17 tahun saja yang tidak jadi wajib pajak. Bagi mereka yang penghasilannya di bawah Rp4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun akan menjadi wajib pajak dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) alias tidak dikenakan pajak.
“Jadi dalam hal ini betul NIK jadi NPWP untuk konsistensi dan administrasi perpajakan yang lebih simpel. Namun tidak berarti semua yang punya NIK harus bayar pajak. Kita masih memberikan pemihakan. Keadilan yang punya pendapatan rendah dan bahkan tidak punya pendapatan diberikan bantuan sosial,” urainya. (*)