KRTSP Serukan Tolak KTT Sistem Pangan Dunia PBB-Forum Ekonomi Dunia 2021

Pelayananpublik.id- Masyarakat sipil Indonesia yang bernaung di bawah Komite Rakyat untuk Transformasi Sistem Pangan (KRTSP) menyerukan penolakan terhadap KTT Sistem Pangan Dunia PBB-Forum Ekonomi Dunia 2021.

Seperti yang diketahui, Pre-Summit Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Sistem Pangan Dunia oleh PBB (United Nations Food System Summit – UNFSS) 26 hingga 28 Juli 2021 nanti.

Penolakan itu muncul karena penyelenggaraan KTT diketahui bekerja sama dengan World Economic Forum (WEF) yang merupakan representasi dari ribuan elit bisnis dari korporasi besar dan elit politik dari negara-negara industri besar.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Hal ini diduga akan mempengaruhi kebijakan dan pengambilan keputusan di dalam KTT tersebut, sementara itu disaat yang bersamaan akan menyingkirkan peran masyarakat sipil, produsen pangan skala kecil, dan gerakan petani untuk mengembangkan sistem pangan yang berkeadilan.

“Kami melakukan kritik terhadap KTT Sistem Pangan Dunia, karena KTT ini tidak menjawab persoalan struktural terhadap penegakan kedaulatan pangan di tingkat global. Justru pengaturan sistem pangan dunia yang berjalan kini sangat pro liberalisasi dan mendorong dominasi korporasi. Pintu masuknya melalui perjanjian perdagangan bebas yang membuat satu aturan sistem pangan dunia dapat dengan mudah didominasi oleh korporasi,” ungkap Rahmat Maulana Sidik, Koordinator Advokasi Indonesia for Global Justice (IGJ).

Senada dengan pernyataan tersebut, Gusti Shabia dari FIAN menambahkan KTT Sistem Pangan Dunia akan menciptakan pengukuhan pengaturan pangan global yang semakin melanggengkan dominasi korporasi dan semakin menjauhkan bentuk forum yang berbasis hak.

“Ini tidak mendorong negara untuk menjadi pengemban kewajiban dan rakyat sebagai pemegang hak. Karena pangan adalah hak dasar manusia dan seluruh warga negara. Pemenuhannya harus menjadi tanggung jawab negara!” katanya.

Sementara di Sumatera Utara, program kawasan lumbung pangan yang disebut Food Estate (FE), dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan serta kapasitas petani yang telah dimulai pada kabupaten Humbang Hasundutan melibatkan investasi dari 7 korporasi.

Ia menjelaskan selain indikasi komersialisasi pangan petani lebih cenderung menjadi pekerja di atas lahan ulayatnya. Komoditas yang ditanam FE juga agak aneh, kentang, bawang merah dan bawang putih.

“Khusus kentang bukan menjadi makanan pokok atau kebutuhan utama masyarakat Sumut, jadi ini bukan untuk ketahanan pangan. Kami menduga, jika masa normal nanti, pandemi sudah berakhir, kentang bisa menjadi pendukung kebutuhan makanan wisatawan asing. Karna Danau Toba sedang dikembangkan untuk menjadi kawasan wisata super prioritas,” kata Iswan Kaputra dari BITRA Indonesia.

KRTSP terdiri dari 28 organisasi masyarakat sipil dan serikat yang konsern terhadap pangan untuk kebutuhan dasar hidup/komositas sosial, bukan pangan untuk komoditas komersil.

Diantaranya; FIAN Indonesia, Indonesia for Global Justice (IGJ), Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Indonesia Human Rights Committe for Social Justice (IHCS), Aliansi Petani Indonesia (API), Bina Desa, Solidaritas Perempuan, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Yayasan Tananua Flores, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Transnational Palm Oil Labour Solidarity (TPOLS), FSBKU-KSN, KOBETA, FIELD Indonesia, Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Kediri Bersama Rakyat (KIBAR), Perkumpulan Inisiatif, WALHI Kalteng, FSRP-KSN, FS-Pasopati-KSN, Samawa Islam Transformatif (SIT), Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia-Medan, Agrarian Resources Center (ARC), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Ekologi Maritim Indonesia (Ekomarin), Komunitas Desa (Komdes)-Sulawesi Tenggara.

Karenanya, KRTSP menyerukan; Menyatakan keberatan terhadap KTT Sistem Pangan Dunia PBB/UNFSS karena jauh dari semangat multilaterisme, demokrasi, transparansi dan lebih banyak mengakomodir kepentingan bisnis; Mendesak Pemerintah untuk melangsungkan dialog terkait transformasi sistem pangan nasional dengan jejaring masyarakat sipil dan organisasi petani, nelayan, serikat buruh, perempuan, dan kelompok masyarakat adat yang lebih luas, dengan proses yang lebih demokratis dan transparan untuk mewujudkan sistem pangan yang berbasis kedaulatan pangan; Meletakkan kedaulatan pangan yang adil gender sebagai pilar utama dan jalankan reforma agraria sejati, agro-ekologi, kelembagaan ekonomi yang bersifat solidaritas dan kerakyatan.

KRTSP juga mendesak Pemerintah untuk menghentikan segala perampasan ruang hidup terhadap petani, nelayan, dan produsen pangan skala kecil lainnya dengan proyek-proyek infrastruktur, perkebunan, dan pertambangan baik di daratan, pesisir, atau pulau-pulau kecil serta memperbaiki kondisi kerja dan pendapatan yang layak bagi para pekerja dan buruh di sektor pangan dan Mengajak seluruh unsur masyarakat sipil untuk memperjuangkan gerakan kedaulatan rakyat di Indonesia. (*)