Garuda Indonesia Sekarat, Minta Karyawan Pensiun Dini Hingga Dewan Komisaris Tak Digaji

Pelayananpublik.id- PT Garuda Indonesia (Persero) tampaknya terus menukik ke bawah dan semakin parah. Pasalnya kerugian yang mereka alami sangat besar selama pandemi Covid-19 itu.

Karena kerugian itu, perusahaan penerbangan berplat merah tersebut tak bisa menutupi biaya operasional yang terus berjalan, contohnya gaji karyawan.

Baru-baru ini, manajemen menawarkan opsi pensiun dini kepada para karyawannya. Hal ini dilakukan demi efisiensi yang dilakukan perusahaan.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Selain itu, Anggota Dewan Komisaris Garuda Indonesia Peter Gontha meminta penangguhan, pemberhentian pembayaran honorarium bulanan mereka.

Hal itu tertuang dalam surat yang beredar dengan Nomor GARUDA / ANGGOTA-DEKOM- / 2021 tertanggal 2 Juni 2021.

Dalam surat permohonan tersebut, Peter juga menjelaskan Dewan Komisaris sangat mengetahui penyebab kejadian ‘kritis’ yang dialami Garuda Indonesia.

Salahsatunya adalah tidak adanya penghematan biaya operasional antara lain GHA. Selain itu juga tidak adanya evaluasi / perubahan penerbangan / route yang merugi.

“Maka kami mohon, demi ‘sedikit meringankan’ beban perusahaan, untuk segera, mulai bulan Mei 2021, yang memang pembayarannya ditangguhkan, memberhentikan pembayaran honorarium bulanan kami sampai rapat pemegang saham mendatang, dimana diharapkan adanya keputusan yang jelas dan mungkin sebagai contoh bagi yang lain agar sadar akan kritisnya keadaan perusahaan,” tulisnya dalam surat yang beredar itu.

Diketahui, selama pandemi COVID-19 yang terjadi menambah tekanan terhadap PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sehingga berdampak terhadap kinerja perseroan.

Terkait itu, ada beredar dokumen yang menyebutkan empat opsi penyelamatan Garuda Indonesia.

Opsi itu juga melihat dari hasil benchmarking dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah negara lain. Saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut kepada Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra enggan untuk berkomentar banyak.

“Cek Kementerian BUMN ya,” dikutip dari Liputan6.com. (*)