Wajib Tahu! Ini Hak Narasumber dan Cara Menyikapi Pemberitaan yang Merugikan

Pelayananpublik.id- Dalam meliput suatu kejadian atau peristiwa, wartawan biasanya melakukan wawancara kepada orang yang terkait kejadian tersebut. Orang itu biasa disebut narasumber. Narasumber merupakan hal penting bagi berita seorang wartawan, sehingga tak jarang mereka mengejarnya hingga ke lubang semut sekalipun.

Namun, sebagian narasumber merasa dilema ketika menghadapi wartawan atau jurnalis. Dalam sebuah peristiwa misalnya, dimana mereka ingin tidak diliput, tapi peristiwa itu juga butuh diketahui banyak orang.

Kemudian contoh lain, pemberitaan salah yang merugikan. Entah itu misinformasi data atau hal lain yang membuat narasumber kecewa, marah, tidak senang dan lainnya. Misalnya di dalam berita Pak RT disebut beristri dua, padahal istrinya cuma satu, jelas ini merugikan dan membuat gaduh.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Lalu bagaimana jika berita itu sudah terbit? Apa yang harus dilakukan jika berita itu tidak benar, apa hak Anda sebagai narasumber?

Perlu Anda ketahui, pada dasarnya pers mempunyai kemerdekaan dalam menjalankan profesinya. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat (3) UU Pers).

Itu artinya pers tidak dapat dilarang untuk menyebarkan suatu berita atau informasi jika memang hal tersebut berguna untuk kepentingan publik.

Kemerdekaan pers tersebut juga dikatakan dalam Kode Etik Jurnalistik. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

Akan tetapi, dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.Ini berarti kemerdekaan pers itu tidak tanpa batas. Ada hal-hal yang membatasinya yang perlu diperhatikan oleh pers dalam memuat berita.

Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5 ayat (1) UU Pers).

Selain itu, dalam melaksanakan tugas jurnalistik, pers/wartawan Indonesia harus menempuh cara-cara yang profesional (Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik).Yang dimaksud dengan cara-cara profesional adalah seperti menunjukkan identitas, menghormati hak privasi, tidak menerima suap.

Selain itu diatur juga bahwa wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan (Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik).

Nah, narasumber sendiri tentu bisa menyikapi berita yang misinformasi, hingga membantahnya. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan jika sebagai narasumber berita yang memuat nama Anda ternyata tidak sesuai dan membuat Anda tidak nyaman.

1. Hak Tolak

Sebagai narasumber Anda memiliki hak untuk memilah informasi mana yang bisa dimuat di media dan yang tidak dimuat. Misalnya Anda tidak ingin nama Anda disebut dalam pemberitaan. Ini akan menjadi catatan wartawan untuk merahasiakan identitas Anda. Pers memiliki hak tolak kepada orang yang meminta identitas narasumbernya. Bahkan ketika berita itu berujung pada urusan hukum, wartawan wajib merahasiakan nama narasumbernya. Nama itu hanya boleh dibuka di persidangan, di hadapan hakim.

Selain nama, sebagai narsum, Anda juga bisa meminta sebagian informasi yang Anda berikan tidak dimuat alias off the record.

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan (Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik).

2. Hak Koreksi

Sedangkan hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain (Pasal 1 angka 12 UU Pers).

Misalnya wartawan menuliskan data yang salah, Anda bisa meluruskannya dengan hak koreksi. Koreksi kekeliruan ini wajib dimuat pada koran/majalah terbitan selanjutnya. Pada media online, ralat atau koreksi bisa langsung dilakukan pada berita.

3. Hak Jawab

Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya (Pasal 1 angka 11 UU Pers).

Instansi atau perorangan yang merasa dirugikan dalam sebuah pemberitaan, bisa melayangkan surat berisi somasi kepada media tersebut. Sebagai tindak lanjut, media wajib memuat hak jawab dari pihak yang diberitakan. Jika hak jawab tidak dimuat maka pihak yang diberitakan bisa melayangkan somasi ke Dewan Pers.

Dewan Pers akan menggelar sidang dan akan memberikan rekomendasi kepada media terkait. Rekomendasi itu bisa pemuatan hak jawab selama beberapa waktu, memuat permohonan maaf dan lainnya. Jika media tersebut terbukti melanggar UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik terlebih jika dilakukan berkali-kali, maka Dewan Pers bisa merekomendasikan jalur hukum.

Pelaksanaan Hak Jawab dan Hak Koreksi dapat dilakukan juga ke Dewan Pers (Pasal 15 ayat [2] huruf d UU Pers).

Dikatakan bahwa salah satu fungsi Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. (*)