Pelayananpublik.id- Covid-19 masih menjadi ancaman yang nyata yang berada di tengah masyarakat Indonesia.
Selain itu, informasi mengenai Covid-19 pun berseliweran bercampur dengan berita-berita yang masih diragukan kebenarannya.
Misalnya tentang tes PCR Covid-19, terjadi simpang siur informasi bahwa tes yang dilakukan secara masif itu tidak akurat sama sekali dan ada yang tidak percaya terhadap hasil tes tersebut.
Sebagian orang beranggapan petugas medis dengan mudah mengeluarkan status positif-negatif Covid 19 pasien namun kebenaranya masih diragukan. Ada pula informasi sumir tentang RS yang sengaja memanipulasi data pasien agar mendapatkan dana bantuan dari pusat.
Menjawab itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) COVID-19 Sumatera Utara (Sumut) menegaskan penentuan pasien negatif atau positif Covid-19 bukan secara asal-asalan melainkan berpedoman pada Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan (Menkes).
SK Menkes tersebut bernomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19, dan Revisi V Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease (COVID-19).
Juru Bicara (Jubir) GTPP COVID-19 Sumut, Whiko Irwan menyebut ada beberapa kriteria pasien positif COVID-19 sesuai dengan pedoman SK Menteri Kesehatan tersebut. Kriteria tersebut antara lain adalah gejala klinis seperti demam, batuk dan sesak napas.
Selain itu, ada juga data penunjang radiologi dengan gambaran paru-paru terinfeksi virus, serta adanya gambaran infeksi virus di darah melalui pengecekan darah di laboratorium pemeriksaan swab RT-PCR dengan hasil positif.
“Penentuan pasien menjadi konfirmasi positif diawasi oleh tim Penanggulangan Penyakit Infeksi Emarging atau PPIE dengan kriteria-kriteria tertentu,” kata Whiko saat live streaming update COVID-19 di Media Centre GTPP COVID-19, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Kota Medan, Senin (27/7/2020).
Whiko juga memastikan Rumah Sakit (RS) Rujukan COVID-19 di Sumut tidak membuat diagnosa pasien menjadi positif COVID-19 demi keuntungan finansial. Sebab, RS Rujukan COVID-19 memiliki DPJP yang menentukan pasien COVID-19 atau non COVID-19 dengan pengawasan dari tim PPIE.
“Jadi, tidak benar RS Rujukan COVID-19 membuat diagnosa pasien untuk mendapatkan keuntungan finansial,” tegasnya.
Berdasarkan SK Menkes dimaksud, lanjut dia, dalam menangani pasien yang terpapar COVID-19 seperti Kasus Kontak Erat, Suspek, Probable dan Konfirmasi Positif harus diisolasi dan dipisahkan dari yang tidak terpapar.
Orang-orang dengan kasus probable dan konfirmasi dengan symptomatic (gejala) harus dirawat di RS. Sedangkan untuk kasus Suspek, Probable dan Konfirmasi yang meninggal dunia wajib dilaksanakan protokol pemulasaran jenazah COVID-19.
“Mengapa rumah sakit memperlakukan penderita suspek sama dengan penderita positif, untuk mencegah penularan yang meluas dan sesuai dengan protokol penanganan COVID-19,” pungkasnya. (*)