Pengertian Anak Usia Dini, Karakteristik, Tumbuh Kembang dan Pendidikannya

Pelayananpublik.id- Ada banyak istilah untuk mengklasifikasikan kelompok umur anak-anak. Misalnya, bayi, batita, balita, anak usia dini, dan sebagainya.

Nah, sebenarnya semua anak-anak mulai umur 0 hingga 6 tahun dikategorikan sebagai anak usia dini.

Pengertian anak usia dini di atas berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003. Sedangkan sejumlah ahli menyebut anak usoa dini adalah yang berusia 0-8 tahun.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Misalnya, batasan yang dipergunakan oleh the National Association For The Eduction Of Young Children (NAEYC), dan para ahli pada umumnya adalah : “Early childhood” anak masa awal adalah anak yang sejak lahir sampai dengan umur 8 tahun.

Jadi mulai dari anak itu lahir hingga ia mencapai umur 6 tahun ia akan dikategorikan sebagai anak usia dini.

Di lain sisi, pengertian anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya (Mansur, 2005)

Nah, seringkali kita dengar usia dini ini adalah masa emas atau golden age pada anak. Itu karena pada usia itu anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat dan tidak tergantikan pada masa mendatang.

Bahkan menurut banyak penelitian bidang neurologi ditemukan bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk pada kurun waktu 4 tahun pertama. Nah, bisa dibayangkan kan pentingnya masa emas anak itu?

Nantinya, setelah usia 8 tahun, perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% (Suyanto, 2005).

Karakteristik Anak Usia Dini

Anak usia dini memiliki karakteristik umum. Kartini Kartono dalam Saring Marsudi (2006: 6) mendiskripsikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut :

– Bersifat egoisantris naif

Sifat egoisantris naif artinya anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri. Ia melihat dunia sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit.

Dari itu, anak belum mampu memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan diri ke dalam kehidupan orang lain.

– Relasi sosial yang primitif

Relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egoisantris naif. Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara dirinya dengan keadaan lingkungan sosialnya.

Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda atau peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Anak mulai membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya sendiri.

– Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan

Karena masih kecil, anak tentu belum bisa membedakan dunia lahiriah dan batiniah.

Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku maupun pura-pura, anak mengekspresikannya secara terbuka. Maka dari itu jangan mengajari atau membiasakan anak Anda untuk tidak jujur.

– Sikap hidup yang disiognomis

Anak bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak memberikan atribut atau sifat lahiriah atau sifat konkrit, nyata terhadap apa yang dihayatinya.

Di usia ini anak-anak belum bisa membedakan benda hidup dan benda mati.

Mereka melihat segala sesuatu yang ada disekitarnya dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang memiliki jasmani dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri.

Pendidikan untuk Anak Usia Dini

Karena usia dini adalah masa emas pertumbuhan anak, perlu diambil langkah yang tepat agar pertumbuhannya optimal.

Glen Dolman, seorang ahli perkembangan kemampuan anak, menyatakan bahwa perkembangan yang paling pesat terhadap pertumbuhan otak manusia terjadi pada usia 0-7 tahun.

Menurut dia, perkembangan otak pada usia dini bisa dicapai secara maksimal apabila diberikan rangsangan yang tepat terhadap semua unsur-unsur perkembangan baik rangsangan terhadap motorik, rangsangan terhadap perkembangan intelektual, rangsangan terhadap sosial-emosional dan rangsangan untuk berbicara (language development).

Untuk memberikan rangsangan itu tentu perlu fasilitas dan alat-alat bantu yang memadai serta lingkungan yang sesuai dengan usia anak-anak sangatlah penting peranannya dalam mendukung perkembangan dan kemampuan anak-anak balita tersebut.

Dengan demikian diperlukan lembaga yang memiliki itu semua dan membina anak usia dini sesuai pertumbuhannya.

Mengacu pada Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14, upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak usia 0-6 tahun tersebut dilakukan melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Pendidikan anak usia dini dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk taman kanak-kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini jalur nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), sedangkan PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan lingkungan seperti bina keluarga balita dan posyandu yang terintegrasi PAUD atau yang kita kenal dengan Satuan PAUD Sejenis (SPS).

Berbagai pendidikan untuk anak usia dini jalur non formal terbagi atas tiga kelompok yaitu kelompok Taman Penitipan Anak (TPA) usia 0-6 tahun); Kelompok Bermain (KB) usia 2-6 tahun; kelompok SPS usia 0-6 tahun.

Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini tidak sama dengan pendidikan anak di sekolah setingkat SD, SMP maupun SMA.

Dalam menyelenggarakan pendidikan anak usia dini, harus diperhatikan prinsipnya.

Suyadi mengutip pendapat Tina Bruce yang telah merangkum sepuluh prinsip pendidikan anak usia dini sebagai berikut:

– Bahwa masa kanak-kanak adalah dari kehidupannya secara keseluruhan. Masa ini bukan dipersiapkan untuk mengadapi kehidupan pada masa yang akan datang, melainkan sebatas optimalisasi potensi secara optimal.

– Bahwa fisik, mental, dan kesehatan, sama pentingnya dengan berpikir maupun aspek psikis (spiritual) lainnya.

– Pembelajaran pada usia dini melalui berbagai kegiatan saling berkait satu dengan yang lain sehingga pola stimulasi perkembangan anak tidak boleh sektoral dan parsial, hanya satu aspek perkembangan saja.

– Membangkitkan motivasi intrinsik (motivasi dari dalam diri) anak akan menghasilkan inisiatif sendiri (self directed activity) yang sangat bernilai dari pada motivasi ekstrensik.

Dalam praktiknya pendidikan usia dini berprinsip sebagai berikut

1. Berorientasi pada kebutuhan anak

2. Pembelajaran anak sesuai dengan perkembangan anak

3. Mengembangkan kecerdasan majemuk anak

4. Belajar melalui bermain

5. Tahapan pembelajaran anak usia dini

6. Anak sebagai pembelajar aktif

7. Interaksi sosial anak

8. Lingkungan yang kondusif

9. Merangsang kreativitas dan inovasi

10. Mengembangkan kecakapan hidup

11. Memanfaatkan potensi lingkungan

12. Pembelajaran sesuai dengan kondisi sosial budaya

13. Stimulasi secara holistic

Demikian ulasan mengenai anak usia dini mulai dari pengertian, karakteristik, hingga pendidikannya. Semoga menambah wawasan Anda. (*)