Hati-hati! Benarkah “Berbuka dengan Yang Manis” Sunnah Rasul?

Pelayananpublik.id- Semboyan “berbukalah dengan yang manis” memang sering kali terdengar saat bulan Ramadan. Apalagi ini aempat menjadi tagline atau jargon salahsatu produk teh manis botolan sehingga iklannya setiap hari terdengar.

Konon katanya semboyan itu berasal dari Sunah Rasullulah yang menganjurkan umatnya untuk memakan atau meminum hal yang manis saat berbuka puasa.

Benarkah Nabi Saw melakukannya?

hari jadi pelayanan publik

Yang pertama yang perlu Anda ketahui tentang kalimat itu adalah, tidak ada satupun hadis yang menyebutkan Nabi Saw menganjurkan makan yang manis saat berbuka puasa, bahkan kalimat yang mirip pun tak ada.

Jadi ungkapan ini disebar-sebarkan sebagai hadits oleh sebagian da’i dan juga public figure semisal para selebritis itu bukan hadis.

Nah, jadi Anda perlu berhati-hati dalam menyampaikan kalimat yang mengatasnamakan nabi. Karena jika itu tidak pernah diucapkan beliau, maka Anda sama saja menipu orang.

Rasulullah SAW bersabda:

من حدَّثَ عنِّي بحديثٍ وَهوَ يرى أنَّهُ كذِبٌ فَهوَ أحدُ الْكاذبينِ

Artinya: “Barangsiapa yang menyampaikan hadits dariku suatu hadits yang ia sangka bahwa itu dusta, maka ia salah satu dari dua pendusta” (HR. Muslim dalam Muqaddimah-nya).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

كَفَى بِالمَرْءِ إِثْمًا أنْ يُحَدِّثَ بكلِّ ما سمعَ

Artinya: “Cukuplah seseorang dikatakan pendusta ketika ia menyampaikan setiap apa yang ia dengar” (HR. Abu Daud 4992, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 2025)

Sunnah Berbuka Puasa

Nah adapun sunnah dalam berbuka puasa mengikuti cara Rasulullah adalah tiga urutan yakni kurma segar, kalau tidak ada makanlah kurma kering, kalau tidak ada minumlah air putih.

Mengenai apa yang dimakan ketika berbuka sendiri sudah ada tuntunannya,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

Artinya: “Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berbuka puasa dengan ruthab sebelum shalat (Maghrib). Jika tidak ada ruthab (kurma muda) maka dengan tamr (kurma matang), jika tidak ada tamr maka beliau meneguk beberapa teguk air” (HR. Abu Daud 2356, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud).

Jadi dengan begitupun tidak bisa disimpulkan juga bahwa Rasulullah menganjurkan makan yang manis-manis saat buka. Buktinya ketika tidak punya kurma beliau minum air putih.

Kemudian, makanan yang manis-manis di luar kurma juga tidak disunnahkan tapi tentu saja Anda boleh memakan atau meminumnya, hanya saja jangan sebut itu sunnah nabi. Nabi SAW mengonsumsi kurma bukan hanya karena manis, tapi juga karena buah kurma itu berkah.

Ada pendapat seirang penulis, yakni Taqiyuddin Al Hushni, penulis kitab Kifayatul Akhyar menukil pendapat Ar Rauyani yang menyatakan demikian:

وَيسْتَحب أَن يفْطر على تمر وَإِلَّا فعلى مَاء للْحَدِيث وَلِأَن الحلو يُقَوي وَالْمَاء يطهر وَقَالَ الرَّوْيَانِيّ إِن لم يجد التَّمْر فعلى حُلْو لِأَن الصَّوْم ينقص الْبَصَر وَالتَّمْر يردهُ فالحلو فِي مَعْنَاهُ

Dianjurkan berbuka dengan kurma atau jika tidak ada maka dengan air, berdasarkan hadits ini. karena yang manis-manis itu menguatkan tubuh dan air itu membersihkan tubuh. Ar Rauyani berkata: ‘kalau tidak ada kurma maka dengan yang manis-manis. karena puasa itu melemahkan pandangan dan kurma itu menguatkannya, dan yang manis-manis itu semakna dengan kurma’” (Kifayatul Akhyar, 200).

Namun pendapat ini perlu dikritisi karena:

Nash hadits tidak mengisyaratkan illah secara tersirat maupun tersurat. Menetapkan sifat “manis” sebagai illah adalah ijtihad sebagian ulama, dan ini tidak disepakati.

Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

( إنَّ مِن الشجَرِ لما بَرَكَتُهُ كَبركةِ المسلمِ ) . فَظننتُ أنَّهُ يعني النخلةَ ، فأردتُ أنْ أقول : هي النخلةُ يا رسولَ الله ، ثم التَفتُّ فإذا أنا عاشِرُ عَشَرةٍ أنا أحْدَثهُم فسَكتُّ ، فقال النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم : ( هيَ النَّخلَة )

Sesungguhnya ada pohon yang daunnya tidak berguguran, dan ia merupakan permisalan seorang muslim. Pohon apa itu?”. Aku (Ibnu Umar) menyangka yang dimaksud adalah pohon kurma. Namun aku enggan “wahai Rasulullah, itu adalah pohon kurma”, maka aku berpaling. Karena aku terlalu muda untuk bicara kepada mereka, jadi aku diam saja. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun memberitahu jawabannya: “Pohon tersebut adalah pohon kurma” (HR. Bukhari 131, Muslim 2811).

Nah, jadi bisa disimpulkan jika ingin mengikuti sunnah nabi, makanlah kurma dulu saat berbuka. Biasanya jumlahnya ganjil, Anda bisa makan 1,3,5 dan seterusnya. Jika tidak ada kurma atau tidak bisa makan kurma, berbukalah dengan air putih beberapa teguk. Setelahnya baru makan makanan yang manis lain juga tidak masalah.(*)