Preman Peras dan Buat Keributan saat Syuting Film Nonkomersil di Lapangan Merdeka

Pelayananpublik.id – Premanisme di Kota Medan tak ada habisnya. Walaupun slogan “Tidak ada tempat bagi kejahatan di Sumatera Utara” telah dikumandangkan oleh Kapolda, tapi nyatanya premanisme masih tetap ada bahkan di pusat Kota Medan.

Aksi premanisme terjadi saat hari pertama syuting film A Thousand Midnights in Kesawan cukup mendapat tantangan. Selasa (10/3) malam merupakan syuting perdana dengan lokasi di Lapangan Merdeka, Kota Medan.

Beberapa kru dan pemain untuk pengambilan gambar beberapa scene terpaksa molor. Pasalnya, tak lama tim produksi setting lokasi, muncul 4 orang pemuda berusia 30-an tahun meminta sejumlah uang.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

“Awalnya mereka datang nanya-nanya, ya kita jawab apa adanya. Karena siapapun yang datang bertanya, pasti kita jelasin jika tidak sedang sibuk, tapi lalu mereka minta uang,” ujar salah satu sutradara, Hendri Norman.

Hendri pun menjelaskan ini bukan film komersil, tapi indie, hasil kolaborasi komunitas jadi tidak punya uang. Namun penjelasan itu tidak berhasil. Pemuda- pemuda itu membuat keributan di sekitar lokasi syuting yang mengundang perhatian pengunjung lapangan merdeka yang terbilang cukup ramai.

Waktu masih sekira pukul 9 malam. Perdebatan itu kemudian terhenti akibat hujan mulai turun. Kru langsung memindahkan alat-alat ke pendopo lapangan merdeka. Syuting yang belum mulai akhirnya tertunda selama 1 jam.

“Kami coba lapor ke pos polisi di sana, tapi karena itu pos polisi Lantas, jadi kami disuruh lapor ke Polsek Medan Barat langsung,” tambah Hendri.

Lantaran jaraknya yang cukup jauh dan personil yang terbatas, tim urung melapor malam itu. Setelah berunding dengan tim, Hendri akhirnya memindahkan setting lokasi ke sekitaran Merdeka Walk, yang berada di depan.

Syukurnya, gangguan premanisme seperti di dalam lapangan merdeka tidak terjadi. Hingga akhir syuting sekira pukul 3 pagi berjalan dengan lancar.

Hapuskan Premanisme

Hendri sangat menyesalkan hal premanisme semacam ini ternyata masih bisa terjadi di tengah-tengah slogan Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin, “Tidak ada tempat bagi kejahatan di Sumatera Utara”. Keinginan untuk membuat film yang mempromosikan pariwisata Medan ini ternyata masih diganggu premanisme jalanan. Jangankan wisatawan, warga Medan yang ingin berkarya pun masih dihalang-halangi dengan kejadian seperti itu.

“Kita itu sempat nyelutuk waktu break time, andai kita pekarya juga didukung oleh walikota dan gubernur seperti Lyodra ya, kita bisa jadi pemenang juga nanti. Tapi mau bagaimana, surat-surat kita ke para petinggi itu gak direspon. Meski begitu, kita tetap optimis berkarya,” tukasnya. (rls)