Pengaruh Isu Bangkai Babi Jelang Natal, Warga Enggan Konsumsi dan Harga Ayam Jadi Naik

Pelayananpublik.id – Hingga saat ini tercatat lebih dari 28 ribu ekor babi di Sumatera Utara (Sumut) dinyatakan mati karena terserang virus kolera. Dampaknya, banyak masyarakat yang enggan mengkonsumsi babi.

Selain enggan mengkonsumsi babi, masyarakat juga enggan mengkonsumsi ikan sungai dan laut karena termakan isu tidak benar terkait ikan yang terdampak akibat bangkai babi yang dibuang ke sungai.

Ketua Pemantau Pangan Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, gelombang laut yang tinggi membuat harga ikan juga turut naik menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2020.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

“Saya masih menganggap kenaikan harga ikan ini terbilang wajar. Dikarenakan sempat terpukul oleh terpuruknya harga ikan dikarenakan ketakutan tak beralasan masyarakat seiring dengan banyaknya bangkai babi yang di buang ke sungai hingga bermuara ke laut,” terang Gunawan di Medan, Senin (16/12/2019).

 

Menurutnya, angka kematian ternak babi (terjangkit kolera) yang mengalami kenaikan belakangan ini membuat masyarakat cenderung ganti dengan daging konsumsi ayam, telur ayam maupun daging sapi.

“Saat ini harga daging ayam kembali naik di harga Rp33 ribu per kilogram, padahal sepekan yang lalu harganya masih dikisaran Rp30 ribu per Kg nya. Padahal dibulan ini pasokan daging ayam sangat melimpah. Tetapi sayang harus naik harganya. Sebelum kasus kematian babi ini, saya melihat tren harga daging ayam itu seharusnya dikisaran Rp25 ribu per kilogramnya,” terang Gunawan.

(foto : Petugas BPBD mengumpulkan bangkai babi di Danau Siombak, Kota Medan. ist)

Terpisah, seorang warga yang akan merayakan Natal bernama Pray Siagian berharap pemerintah segera menemukan solusi atas kasus kolera babi yang meresahkan masyarakat.

“Kami harap pemerintah segera menangani kasus kolera babi yang ada di Sumut. Pemerintah harus jemput bola, jangan sampai bangkai babi dibuang sembarangan,” harap Pray.

Akibat isu kolera babi di Sumut tersebut, Pray dan keluarga sudah 2 bulan tidak mengkonsumsi daging babi.

“Kami khawatir karena banyak babi yang mati karena kolera. Rumah makan babi juga sepi pengunjung akibat isu itu,” pungkas Pray. (IWO Medan)