Pelayananpublik.id– Dicibir bangsa sendiri, Front Pembela Islam (FPI) ternyata menuai pujian dari media asing.
Itu karena kiprah FPI yang sigap dalam membantu korban bencana yang terjadi di Indonesia.
Sayangnya tak semua media sudi meliput kegiatan tersebut. Padahal banyak saksi bahwa FPI-lah organisasi pertama yang tiba begitu ada bencana.

Bahkan di media sosial banyak artikel bikinan buzzer yang menyudutkan FPI seolah-olah FPI adalah organisasi barbar serta bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam artikel-artikel itu organisasi bentukan Habib Rizieq Shihab itu juga disebut sebagai organisasi radikal yang bertujuan mengganti ideologi bangsa Indonesia.
Nah, baru-baru ini citra FPI yang buruk itu seolah terbantah dengan adanya artikel bikinan wartawan Washington Post, Stephen Wright.
Dalam artikel berjudul “When Disaster Hits, Indonesia’s Islamists are First to Help” ia menuliskan bendera FPI yang terpasang dirumah Anwar Ragaua, korban tsunami Palu lalu.
Lelaki berusia 50 tahun itu menghiraukan perintah polisi untuk menurunkan bendera tersebut.
Anwar adalah satu-satunya nelayan yang selamat saat tsunami melanda ibukota Sulawesi Tengah 28 September lalu.
Anwar mengenang bahwa saat itu tidak ada polisi dan pemerintah yang membantu evakuasi di daerahnya.
Sebaliknya, pihak pertama yang menawarkan harapan kepadanya adalah FPI. Tak hanya itu, FPI turut menyerahkan kapal baru untuknya kembali melaut.
Wright menguraikan sejak didirikan dua dekade lalu, FPI konsisten mendorong hukum Islam untuk mengatur kehidupan 230 juta muslim Indonesia.
FPI memandang ada kesalahan konstitusi di Indonesia yang mengubah negara menjadi lebih sekuler.
FPI dibentuk di Jakarta oleh unsur-unsur militer Indonesia setelah jatuhnya diktator Suharto pada tahun 1998 sebagai alat untuk menghadapi aktivis pro-demokrasi dan liberalisme.
Berdasarkan pernyataan Panglima Laskar Pembela Islam (LPI) Maman Suryadi Abdurrahman, jumlah anggota FPI saat ini mencapai lebih dari satu juta orang.
Maman juga memastikan bahwa FPI tidak dalam tujuan mendorong Indonesia berpaham khilafah.
Mereka bahkan memasang bendera merah putih dalam seragam untuk memastikan tidak anti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Tujuan kami adalah menjadikan Indonesia, di mana Islam adalah agama mayoritas rakyat, menjadi religius dan bersih dari amoralitas,” kata Abdurrahman.
“Kami menginginkan negara Islami, bukan negara Islam, karena negara yang religius akan mencegah negara dari menderita ketidakadilan sosial,” sambungnya.
Kehadiran FPI dalam tanggap bencana mulai dilakukan pada saat terjadi tsunami Aceh tahun 2004. Tsunami ini menewaskan lebih dari 100 ribu orang di Serambi Mekah.
Teranyar, FPI turut berperan dalam mengevakuasi korban gempa dan tsunami Palu yang menewaskan lebih dari 4.000 jiwa. Mereka membantu pencarian korban, mendistribusikan bantuan ke daerah pelosok, dan membangun perumahan sementara dan masjid baru.
Tulisan Wright yang dimuat The Washington Post yang diunggah pada 11 Juni lalu itu membuat miris karena FPI dihujat di negaranya sendiri dan oleh kaumnya sendiri.
Bahkan banyak rongrongan dari berbagai pihak agar FPI segera dibubarkan karena dianggap tidak sesuai Pancasila dan UUD 1945. (*)
Sumber: Rmol Jakarta