Kembangkan Polikultur Kopi dengan Madu untuk Perekonomian dan Pelestarian Alam

Pelayananpublik.id – Pola bercocok tanam polikultur memiliki banyak kelebihan dalam pelestarian alam, namun belum banyak petani yang menerapkan polikultur karena minimnya edukasi.

Pertanaman campuran atau polikultur adalah usaha pertanian yang membudidayakan berbagai jenis tanaman pertanian pada lahan yang sama. Sistem ini meniru keanekaragaman ekosistem alami dan menghindari pertanaman tunggal atau monokultur.

Tumpang sari dan wanatani termasuk ke dalam praktik pertanaman campuran. Polikultur merupakan salah satu prinsip permakultur.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Polikultur membutuhkan lebih banyak tenaga kerja, tetapi memiliki keuntungan lebih dibandingkan monokultur.

Salah satu contoh polikultur yang sedang dikembangkan petani yakni budidaya tanaman kopi dengan budidaya lebah madu secara berdampingan.

Berawal dari 4 tahun silam selepas Slamat Suryadi (32) pulang dari pelatihan budidaya kopi di Jember. Dia memutuskan untuk menggeluti bidang polikultur menanam kopi dan lebah.

Polikultur tersebut merupakan suatu hal yang baru di desa Nagari Sait Buttu, dusun Sait Buttu.

Dengan berlatar belakang kondisi alam sekitar desa tempat tinggal yang sudah mulai rusak. Slamat memulai polikultur di lahan yang dia miliki.

Sekira 10 tahun lalu, masih bisa ditemukan madu hutan. Lebah-lebah mencari nektar di kebun kopi milik para petani. Namun kondisi itu mulai berubah, bahkan lebah sudah jarang ditemukan.

Slamat pun melakukan riset kecil untuk mengembalikan kelestarian alam yang ada di desa tempat tinggalnya.

Ditopang kondisi iklim dan peremajaan alam yang mendukung untuk polikultur kopi dengan lebah, Slamat memulai usaha polikultur bersama teman-temannya.

“Punahnya lebah akan menandai punahnya peradaban dan dan kehidupan manusia karena lebah hidup dengan sangat menjaga ekosistem dan lingkungan. Pada tahun pertama sama sekali tidak mendapatkan hasil. Baru di tahun kedua saya mulai mendapatkan hasil,” kata Salamat pada kegiatan Journalist Expedition ‘Toba Coffe’ yang diselenggarakan Bitra Indonesia.

Pada tahun kedua, lebah sudah banyak mencari nektar di kebun kopi dan menghasilkan lebah di kotak sarang yang disediakan oleh Slamat.

(foto : lahan pertanian polikultur)

Madu yang dihasilkan pun mulai laku di pasaran dan koperasi dari program UKM juga membantu pemasaran produk madu mereka. Sedangkan panen tanaman kopi juga sudah mulai meningkat.

Di tahun ketiga mereka mulai dilirik dan mendapatkan bantuan CSR dari perusahaan disekitar desa mereka.

Para petani juga mendapat edukasi dari Bitra Indonesia terkait pengembangan polikultur. Setelah mendapat pendampingan dan pendidikan dari Bitra, hasil panen meningkat secara signifikan dimana penghasilan mereka sekarang bisa melonjak hingga Rp2,5 juta per bulan.

Saat ini, Slamat dan teman-temannya telah memiliki 170 kotak sarang lebah di lahan kopi seluas 3200 meter persegi.

“Kami para petani punya harapan untuk meningkatkan hasil polikultur. Kami juga ingin memperkenalkan konsep polikultur kopi dan madu ke daerah lain untuk meningkatkan perekonomian dan pelestarian alam,” jelasnya.

Dia juga mengatakan, para petani di desa mereka sangat terbuka dan bersedia membagikan ilmunya kepada petani dari daerah lain yang ingin belajar polikultur.

“kami juga ingin menciptakan konsep eduwisata ke daerah ini untuk bisa memperkenalkan konsep wisata lebah yang aman dan nyaman kepada masyarakat dan anak-anak usia dini,” pungkas Slamat.