“Hal-hal seperti itu tidak usah dibawa ke dalam ranah publik dalam wacana diskusi terbuka. Istilah wisata halal itu saja sudah menjadi hal yang problematik. Apabila ada wisata halal, berarti ada wisata haram. Siapa yang menyediakan wisata haram itu? Kan tidak ada,” imbuhnya.
Urusan keyakinan, lanjut Martin, itu merupakan urusan masing-masing dengan tuhannya. Jika dibawa ke ranah publik, yang ada semua orang memperdebatkan.
“Jadinya identitas dan bisa menimbulkan gesekan. Kita ini sudah cukup bergesekan. Sudah ada soal Papua, sampai sekarang Bapak Presiden Joko Widodo juga harus menyelesaikannya dengan tuntas. Jangan ditambah-tambah lagi persoalan bangsa ini,” tegasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, alangkah lebih baik jika Gubernur Sumut Edy Rahmayadi berikan jawaban bagaimana menyelesaikan masalah narkoba; kemiskinan; pendidikan; mentalitas; kebodohan dan stunting yang terjadi di Sumut.
“Persoalan di Sumut bukan persoalan wisata halal. Jangan habis energi kita memperdebatkan hal yang tidak perlu. Kita berdebat soal yang tidak pokok,” tandasnya.
Seperti diketahui, wacana wisata halal mendapat respon dari masyarakat Batak. Bahkan puluhan Mahasiswa melakukan aksi demo terkait hal itu.
Menurut Mahasiswa Pecinta Danau Toba, alasan untuk menerapkan wisata halal tersebut rentan membuat masyarakat yang hidup berdampingan dengan damai menjadi terusik.
Mereka menyarankan Gubernur Sumut harusnya lebih fokus pada upaya menjaga kelestarian Danau Toba dari segala bentuk perusakan dan pencemaran. Mereka pun menuntut agar perusahaan-perusahaan yang diduga menyebabkan pencemaran di Danau Toba ditindak.
Sebelumnya, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengungkapkan akan mengembangkan konsep wisata halal di Kawasan Danau Toba. Termasuk juga melakukan penataan pemotongan hewan berkaki empat (babi). Hal itu untuk mendukung kemajuan pariwisata KDT.