BITRA Latih Petani untuk Meningkatkan Kualitas Tanaman Tanpa Bahan Kimia Berbahaya

Pelayananpublik.id – Sekolah Lapang Pertanian Organik Selaras Alam (SL POSA) minggu pertama dibuka pada bulan Agustus ini. Program pertama dilakukan di 2 desa yang terpisah Kabupaten.

Satu kegiatan SL dilakukan di desa Teluk, Kec. Secanggang, Kab. Langkat, pada 7 Agustus 2019, memasuki materi Analisis Agroekosistem, dengan sub materi Cara Kerja Pestisida Sistemik dan Pestisida Kontak dan Dinamika Kelompok bagi kelompok tani Batang Sirih.

Untuk kegiatan di Desa Teluk tersebut, pembimbing memberikan pemahaman kepada para petani Pertanian Organik Selaras Alam (POSA) tentang bahaya dua jenis pestisida itu.

bank sumut selamat hari raya idul fitri

Bahayanya adalah baik yang jenis sistemik maupun kontak untuk kesehatan, kehidupan petani dan konsumen yang memakan produksi pertanian konvensional non organik.

“Dalam melakukan SL POSA, kita bersama petani bukan hanya praktik dan uji coba lapangan saja, namun ada satu hal lagi yang paling penting adalah penyadaran bagi petani bahwa penggunan bahan-bahan kimia dan racun atau pestisida bagi dunia pertanian, akan membahayakan keseatan dan kehidupan petani sebagai pelaku dunia pertanian yang memproduksi pangan dan bagi para konsumen yang mengkonsmsi produk petani konvensional juga akan mengakibatkan kesehatan yang buruk, cacat, mutasi gen dan bahkan akibat paling buruk adalah kematian,” Ujar Listiani, Manager ComDev BITRA Indonesia.

Sedangkan yang lain, dilakukan Sekolah Lapangan (SL) Mina Padi oleh kelompok tani Taruna Jaya di desa Sukamandi Hulu, Kec. Pagar Merbau, Kab. Deli Serdang, pada tanggal 3 Agustus 2019. Sekolah Lapang diikuti 20 peserta, yang terdiri dari 8 laki-laki dan 12 orang perempuan. Peserta dalam tahapan SL kali ini sudah dibagi menjadi 4 kelompok dengan materi yang berbeda tiap kelompok. Kelompok satu melakukan kegiatan pengamatan demplot uji coba dengan perlakuan jarak tanam padi 20 cm kali 20 cm atau yang biasa disebut jarak tanam tegel.

Sedangkan kelompok dua melakukan pengamatan pada demplot uji coba legowo, yakni penanaman padi dengan jarak tanam 20 cm kali 10 cm. Sementara untuk kelompok tida dan kelompok empat melakukan pengamatan pada demplot yang dilakukan dengan pola perlakuan konvensional yang biasanya dilakukan petani secara umum. Setelah selesai pengamatan, kemudian dilakukan penggambaran hasil pengamatan dengan pendekatan agroekosistem.

Setelah digambarkan dengan pendekatan agroekosistem, setiap kelompok mempersentasekan hasil pengamatannya masing-masing, lalu secara pleno didiskusikan bersama dan melakukan analisa juga pembahasan.

“Sebagai tambahan, dipaparkan materi cara pengendalian hama ulat daun nipothetic virescen, pengendalian penyakit blast dan tungro yang jadui masalah petani dan memang sedang muncul di lahan demplot SL, sekarang ini. Todak keinggalan dilakukan dinamika kelompok yang selalu hadir dalam setiap pelatihan atau SL untuk meningkatkan konsentrasi, kebersamaan, keakraban dan keceriaan peserta.” Pungkas Listiani. (Isw)