Pelayananpublik.id- Harga minyak goreng Minyakita kini melambung. Di beberapa daerah di Sumatera harga Minyakita mencapai Rp18 ribu hingga Rp20 ribu per liter.
Untuk itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan harga Minyakita bisa kembali ke Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp15.700 per liter pada Januari 2026.
Untuk memenuhi itu, Kemendag memberlakukan kewajiban distribusi minimal 35 persen melalui BUMN Pangan seperti Perum Bulog dan ID Food yang diharapkan dapat mempercepat penyaluran Minyakita dari produsen ke pasar.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan.
Implementasi kebijakan setelah masa pemberlakuan, kata Iqbal bisa memberi ruang bagi produksi Minyakita untuk disalurkan melalui mekanisme domestic market obligation (DMO).
Ia berharap penyesuaian harga segera terjadi di berbagai wilayah.
“Kita berharap di pertengahan Januari itu sudah terjadi penyamaan harga secara signifikan gitu loh, baik itu di Indonesia bagian Barat maupun di Indonesia bagian Timur,” ujarnya dalam media briefing di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Jumat (19/12).
Dia menjelaskan distribusi Minyakita melalui BUMN Pangan diprioritaskan langsung ke pedagang pasar rakyat sebagai end user.
“End user dari Bulog itu adalah pedagang di pasar rakyat. Diutamakan pedagang di pasar rakyat,” ujarnya.
Iqbal juga menerangkan, jaringan Rumah Pangan Kita (RPK) akan menjadi jalur tambahan untuk memasok pengecer. Ia menyatakan peran distribusi tidak hanya dijalankan Bulog, tetapi juga oleh BUMN Pangan seperti ID Food melalui mekanisme business to business (B2B).
“Jadi itulah end user Bulog yang kita harapkan agar Bulog mendistribusikan Minyakita kepada para pengecer. Tapi di Permendag itu kan enggak hanya Bulog ya,” terangnya.
Kewajiban distribusi minimal 35 persen tercantum dalam Permendag Nomor 43 Tahun 2025 yang diteken 12 Desember dan berlaku 14 hari setelah diundangkan.
Iqbal menyebut angka tersebut ditetapkan berdasarkan kajian internal yang melibatkan Universitas Padjadjaran (Unpad) serta mempertimbangkan unsur wilayah terpencil, terdepan, tertinggal dan perbatasan (3TP) dan jumlah UKM pangan.
“Ya kita secara internal itu punya hitungannya karena kajiannya sudah kita kerjasamakan dengan Unpad ya,” jelasnya. (*)