Pelayananpublik.id- Komunitas Titik Kumpul Literasi X bekerja sama dengan Koordinator Wilayah 2 HIMAPOL Indonesia sukses menggelar Diskusi Buku bertajuk “Tetralogi Pram: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca”.
Kegiatan ini dilaksanakan di Pendopo Mahasiswa FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) pada Kamis, 13 November 2025, pukul 16.00–18.00 WIB.
Diskusi menghadirkan Dimas Oky Nugroho, Ph.D, Founder Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP), sebagai pemantik diskusi. Dalam paparannya, Dimas Oky Nugroho menyoroti relevansi Blora dan Tetralogi Buru dalam konteks perjuangan dan kesadaran masyarakat saat ini.
Ia menjelaskan bahwa dari karya-karya Pram, khususnya melalui sosok Minke, kita diajak untuk memastikan keberdayaan masyarakat dan membangun kesadaran kritis terhadap situasi
sosial-politik.
“Buku ini membantu kita memahami kehidupan bangsa dalam bentuk roman sejarah atau sastra realis. Ada empat aspek penting yang bisa kita pelajari,” ujar Dimas.
Pertama, pencarian jati diri Minke sebagai pribumi terpelajar yang peduli pada kondisi
bangsanya.
Kedua, sejarah kebangkitan bangsa, sebagaimana tergambar dalam Anak Semua
Bangsa, di mana Minke mulai memperjuangkan kepentingan rakyat dan bertemu aktivis
perempuan yang kemudian menjadi istrinya.
Walau sang perempuan meninggal, semangat
perjuangan Minke tetap hidup dalam gagasan pembebasan. Ketiga, kritisisme sebagai kunci
mengelola kehidupan bernegara, menunjukkan pentingnya berpikir reflektif di tengah situasi
politik yang kompleks.
Keempat, refleksi kekuasaan, yang tergambar dalam Rumah Kaca, di mana tokoh narator memantau perjuangan Minke dan merasa cita-citanya belum tercapai.
Meski kisah berakhir sedih, semangat perjuangan Minke justru menginspirasi gerakan
perlawanan di masa depan.
Melengkapi pandangan tersebut, Rasyid Koordinator Wilayah 2 HIMAPOL Indo menekankan bahwa diskusi ini bukan hanya membahas isi buku, tetapi juga membangun kesadaran intelektual di kalangan mahasiswa. Menurutnya, nilai-nilai yang diangkat dalam Tetralogi Pram seperti kebebasan berpikir, keadilan sosial, dan tanggung jawab moral masih sangat relevan dengan situasi politik dan sosial hari ini.
“Membaca Pram berarti membaca kembali jati diri bangsa. Kita diajak untuk tidak sekadar mengagumi, tapi juga merefleksikan posisi kita dalam perjuangan itu,” tutup Rasyid.
Walid Iskandar, Co-Founder Titik Kumpul Literasi, sebagai moderator. Dalam keterangannya, Walid Iskandar menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya menghidupkan kembali semangat membaca dan berpikir kritis di kalangan mahasiswa.
“Pram tidak hanya menulis kisah, tapi juga menyuarakan perlawanan terhadap kebodohan dan ketidakadilan Melalui diskusi ini, kami ingin menanamkan kembali semangat intelektual yang berani dan reflektif, terutama di ruang-ruang kampus,” ujar Walid.
Acara berlangsung interaktif, dengan banyak peserta menyoroti relevansi karya Pram terhadap situasi sosial dan politik hari ini. Kegiatan ini menjadi bagian dari agenda rutin Komunitas Titik Kumpul Literasi dalam menghidupkan kembali semangat literasi kritis di lingkungan kampus.
Untuk informasi lebih lanjut, peserta dan publik dapat mengikuti akun Instagram resmi
@himapolindo.korwil2 dan @titikkumpul.literasi. (*)