Pelayananpublik.id- Kecerdasan buatan (AI) bisa menjadi pisau bermata dua. Jika digunakan untuk merugikan orang lain, tentu harus berurusan dengan hukum.
Kali ini yang disorot adalah para fotografer yang biasa melakukan pemotretan di jalan. Para fotografer ini bisa dikenakan hukuman karena melanggar UU Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Hal itu dikatakan Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital (Wasdig) Komdigi, Alexander Sabar, Selasa (28/10/2025).
Seperti yang diketahui, fotografer jalanan atau yang belakangan disebut ‘fotografer ngamen’, menimbulkan kekhawatiran publik atas potensi penyalahgunaan data pribadi lewat teknologi kecerdasan buatan (AI).
Fenomena fotografer yang memotret pelari, pesepeda, hingga masyarakat umum di ruang publik tanpa izin kini ramai diperbincangkan di media sosial.
Sebagian fotografer diketahui menggunakan AI untuk mendeteksi wajah dan mengunggah hasilnya ke platform digital.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital (Wasdig) Komdigi, Alexander Sabar, menegaskan pihaknya melakukan pengawasan aktif terhadap fenomena tersebut.
“Ditjen Wasdig Komdigi melakukan pengawasan aktif dan responsif, termasuk menindaklanjuti laporan masyarakat atas dugaan pelanggaran UU Perlindungan Data Pribadi (PDP),” ujar Alexander saat dihubungi, Selasa (28/10/2025).
Alexander mengingatkan bahwa foto seseorang—terutama yang menampilkan wajah atau ciri khas individu—termasuk kategori data pribadi.
Artinya, aktivitas pemotretan tanpa izin bisa dianggap melanggar ketentuan hukum soal privasi.
“Setiap kegiatan pemotretan dan publikasi foto wajib memperhatikan aspek etika dan hukum pelindungan data pribadi,” tegasnya.
Alexander juga mengatakan hasil foto yang menampilkan orang tidak dikenal tidak boleh dikomersialkan tanpa persetujuan subjek foto. Masyarakat juga memiliki hak untuk menggugat fotografer yang dianggap melanggar hak privasinya.
> “Setiap bentuk pemrosesan data pribadi—mulai dari pengambilan, penyimpanan, hingga penyebarluasan—harus memiliki dasar hukum yang jelas, misalnya melalui persetujuan eksplisit dari subjek data,” jelasnya.
Untuk memperkuat regulasi dan etika di sektor kreatif, Ditjen Wasdig juga akan mengundang asosiasi fotografer seperti AOFI guna membahas fenomena ini lebih lanjut.
“Kami akan mengundang perwakilan fotografer maupun asosiasi untuk memperkuat pemahaman terkait kewajiban hukum dan etika fotografi, khususnya dalam konteks pelindungan data pribadi,” kata Alexander. (*)