Pelayananpublik.id – Keberadaan Jalan Tol Binjai–Langsa yang dikelola oleh PT Hutama Karya (Persero) sebagai bagian dari proyek strategis nasional Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) menjadi aksi nyata Pemerintah dalam memberikan dampak positif terhadap peningkatan aksesibilitas dan konektivitas wilayah di Pantai Timur Sumatera. Infrastruktur ini berperan penting dalam mempercepat arus barang dan jasa, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, serta mempersingkat waktu tempuh antarwilayah yang sebelumnya memakan waktu berjam-jam melalui jalur nasional.
Namun demikian, dari perspektif hukum perlindungan konsumen, pengelolaan Jalan Tol Binjai–Langsa masih menyisakan sejumlah catatan penting. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ditegaskan bahwa “konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.” Artinya, penyelenggara jalan tol sebagai penyedia jasa publik memiliki tanggung jawab hukum untuk menjamin standar pelayanan yang layak bagi pengguna jalan.
Kondisi faktual di lapangan menunjukkan bahwa sebagian ruas Tol Binjai–Langsa masih mengalami gelombang pada permukaan jalan serta penyambung jalan yang belum rata, yang dapat mengganggu kenyamanan dan bahkan berpotensi membahayakan pengguna, khususnya kendaraan yang melaju pada kecepatan tinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan hukum bagaimana kesesuaian pelayanan oleh PT Hutama Karya (Persero) dengan hak-hak yang seharusnya didapat oleh konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Penetapan tarif tol berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Nomor 362 Tahun 2025 tentang Penetapan Golongan Kendaraan dan Besaran Tarif Tol Binjai – Langsa Seksi 3 (Tanjung Pura – Pangkalan Brandan) menggolongkan besaran biaya yang dikenakan untuk ruas Pangkalan Brandan–Binjai, yaitu: a) Golongan I: Rp.81.000; b) Golongan II–III: Rp122.00 c) Golongan IV–V: Rp162.500. Dengan tarif yang relatif tinggi, wajar apabila masyarakat menuntut kualitas jalan yang sepadan, baik dari segi kenyamanan, keamanan, maupun keselamatan.
Lebih lanjut, dari perspektif tanggung jawab hukum BUMN, Ketentuan Pasal 12 Angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Badan Usaha Milik Negara mengatur bahwa:
“BUMN bertujuan menyediakan dan menjamin ketersediaan barang dan/atau jasa yang bermutu dan berdaya saing tinggi bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.”
Dengan demikian, PT Hutama Karya (Persero) sebagai BUMN Persero tidak semata-mata berkedudukan sebagai entitas bisnis yang berorientasi pada keuntungan (profit oriented), melainkan juga sebagai pelaksana fungsi pelayanan publik (public service obligation). Oleh karena itu, keberadaan ketidaksesuaian antara tarif tol yang tinggi dengan kondisi jalan yang belum memenuhi standar kenyamanan merupakan indikasi perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban hukum BUMN sebagai penyedia jasa publik.
Kendati demikian, secara substansial proyek Tol Binjai–Langsa tetap memiliki nilai strategis dan manfaat hukum yang besar bagi kepentingan umum, baik dalam meningkatkan akses transportasi, memperluas pertumbuhan ekonomi kawasan, maupun mempercepat integrasi wilayah Sumatera bagian utara. Fakta bahwa tol ini menghubungkan sentra-sentra ekonomi lokal dengan kawasan industri dan pelabuhan menegaskan posisi strategisnya dalam mendukung pembangunan nasional yang berkeadilan.
Sebagai langkah perbaikan, diperlukan evaluasi komprehensif oleh PT Hutama Karya bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terhadap standar kualitas dan keselamatan ruas tol tersebut. Diperlukan penyesuaian terhadap tarif Tol Binjai–Langsa agar selaras dengan tingkat kenyamanan dan kualitas layanan yang diterima masyarakat. Apabila penyesuaian tarif belum memungkinkan, seyogianya dapat dilakukan perbaikan terhadap kondisi jalan tol yang tidak rata serta penambahan rambu-rambu lalu lintas guna meningkatkan keselamatan pengguna jalan. Meskipun proyek ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), pelaksanaannya tidak seharusnya terkesan terburu-buru, melainkan perlu dilakukan secara terukur, transparan, dan berorientasi pada kepentingan publik sebagai wujud tanggung jawab hukum dan sosial dari penyelenggara jalan tol.
Evaluasi ini penting tidak hanya dalam konteks teknis infrastruktur, tetapi juga untuk memastikan pemenuhan prinsip akuntabilitas pelayanan publik dan perlindungan konsumen, sebagaimana menjadi mandat utama negara dalam penyelenggaraan layanan umum. Atas dasar tersebut perlu dilakukan penyesuaian besaran tarif tol sehingga masyarakat dapat merasakan kenyamanan dan pelayanan yang sesuai dengan tarif tol. Perbaikan kualitas dan penyesuaian kebijakan pengelolaan Jalan Tol Binjai–Langsa harus menjadi prioritas agar keseimbangan antara fungsi ekonomi dan tanggung jawab sosial-hukum BUMN dapat terwujud secara berkeadilan bagi seluruh pengguna jalan.
Ditulis Oleh: Dr. M. Iqbal Asnawi, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudra