Bobby Nasution Razia Kendaraan Ber-Plat BL, Ini Reaksi Gubernur dan DPR Aceh

Pelayananpublik.id- Setelah persoalan pulau, kini hubungan Sumatera Utara dan Aceh kembali menjadi sorotan.

Pasalnya, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Bobby Nasution membuat gebrakan yang membuat publik terheran-heran.

Bobby baru-baru ini melakukan razia kendaraan di Langkat dimana ia menghentikan sebuah truk berpelat Aceh (BL) lalu menyuruhnya mengganti dengan plat Sumut (BK)

Dalam video tersebut, rombongan Gubsu tampak menghimbau agar kendaraan yang beroperasi di Sumut namun masih menggunakan pelat luar daerah segera mengganti ke plat BK (Sumut) agar pembayaran pajaknya masuk ke Provinsi Sumut.

Video ini langsung menuai beragam reaksi, khususnya dari masyarakat Aceh. Bahkan aksi menantu Jokowi itu dianggap melanggar hukum karena semua plat berlaku di seluruh Indonesia.

Terkait itu, Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem memberikan tanggapan santai.

Ia meminta masyarakat Aceh tetap tenang terhadap kebijakan ‘nyeleneh’ menantu mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

“Hana peu peduli tat, tanyoe tenang mantong, hana ta kira pih. Ta kira nyan angin berlalu, kicauan burung, yang merugikan dia sendiri. (Tidak perlu ditanggapi, kita tenang saja, tidak kita anggap pun. Kita anggap itu angin berlalu, kicauan burung, yang rugi dia sendiri),” ujarnya dilansir dari Serambinews, Senin (29/9/2025) sore.

Begitupun, Mualem mengingatkan agar masyarakat Aceh tetap waspada bila kebijakan itu sampai merugikan langsung.

 “Tapi tanyoe ta wanti-wanti chit. Menyoe ka di peubloe, ta bloe. Menyeu ka gatai ta garoe. (Tapi harus kita wanti-wanti juga. Kalau sudah dijual, kita beli. Kalau gatal ya kita garuk,” tegas Mualem.

Ia menegaskan bahwa masyarakat Aceh tidak perlu terpancing emosi atau melakukan tindakan balasan yang tidak produktif.

Sementara Anggota DPD RI asal Aceh, H Sudirman Haji Uma SSos kebijakan itu terkesan emosional dan tendensius.

Bijaknya, selaku daerah yang bertetangga maka dilakukan koordinasi terlebih dahulu antar pemerintah daerah serta dilakukan proses sosialisasi yang intensif sebelum diterapkan maksimal sehingga tidak memicu sentimen serta mengganggu keharmonisan antar darerah bertetangga.

“Saya rasa kebijakan tersebut tendensius dan grasa-grusu. Lebih bijaknya, dilakukan koordinasi antar pemerintah daerah dulu serta proses sosialisasi intensif sebelum diterapkan sehingga tidak memicu potensi sentimen dan menggangu keharmonisan antar daerah bertetangga”, ujar Haji Uma, pada Minggu (28/9/2025).

Lebih lanjut, Haji Uma menegaskan razia tersebut mestinya tidak menyasar mobil atau kenderaan plat BL yang melintas dengan tujuan pengangkutan barang atau penumpang lintas daerah.

Karena hal itu tidak realistis serta tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak ada unsur pelanggaran aturan sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Haji Uma menjelaskan, keberadaan kendaraan berplat BL yang beroperasi di Sumut pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari fakta bahwa kendaraan angkutan barang maupun penumpang memiliki jalur lintas provinsi.

“Sebagai daerah bertetangga, tentunya kenderaan saling melintas antar Aceh dan medan dengan plat BL maupun plat BK,”

“Ini mestinya tidak boleh menjadi sasaran dari razia tersebut karena ada aturan hukum yang mengatur yaitu UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”, tegas Haji Uma.

Haji Uma menambahkan, kendaraan tersebut membawa hasil bumi, kebutuhan pokok, hingga jenis barang lainnya yang menjadi penopang penting bagi aktivitas ekonomi Aceh maupun Sumatera Utara.

Selain itu, pemilik dan pengemudi kendaraan berplat BL sebagian besar adalah warga Aceh yang memiliki hak untuk melintasi jalur nasional.

Lebih jauh, ia menilai kebijakan tersebut tidak hanya lemah secara hukum, tetapi juga berpotensi menimbulkan gesekan antar provinsi yang selama ini telah hidup berdampingan.

Haji Uma mengingatkan, bahwa contoh nyata bisa dilihat di DKI Jakarta.

Setiap hari, ribuan kendaraan dari Jawa Barat masuk ke ibu kota tanpa pernah dipersoalkan, bahkan menjadi bagian penting dari pertumbuhan ekonomi yang saling bergantung dan saling membutuhkan. (*)