Ini Deretan Negara yang Dapat Tarif Murah dari Trump

Pelayananpublik.id- Belum lama ini Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan bahwa tarif ekspor sebesar 19 persen akan dikenakan terhadap seluruh produk asal Indonesia yang masuk ke pasar Amerika Serikat. Kebijakan ini merupakan hasil kesepakatan langsung antara Trump dan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

Begitupun, tidak semua negara terkena beban tarif tinggi. Nyatanya beberapa negara dikenai tarif ringan, yakni sebesar 10 persen hingga 15 persen, berdasarkan status hubungan dagang dan capaian kesepakatan dengan Washington.

Dalam pernyataan resmi berjudul “Further Modifying the Reciprocal Tariff Rates”, Gedung Putih mengungkapkan bahwa kebijakan tarif ini disusun berdasarkan surplus atau defisit perdagangan masing-masing negara terhadap AS.

Berikut daftar negara yang masuk kategori tarif ringan.

Negara dengan tarif 10%

Negara-negara ini dikenakan tarif dasar 10 persen karena memiliki surplus perdagangan terhadap Amerika Serikat, artinya mereka lebih banyak membeli barang dari AS dibanding menjual ke AS.

– Inggris
– Australia
– Falkland Islands

Negara dengan tarif 15%

Sementara itu, negara-negara berikut adalah sebagian negara terkenal yang dikenakan tarif 15 persen karena memiliki defisit perdagangan dengan AS, namun telah mencapai kesepakatan dagang parsial atau dinilai memiliki hubungan dagang yang stabil.

Negara-negara tersebut antara lain:

– Afganistan
– Ekuador
– Jepang
– Korea Selatan
– Islandia
– Israel
– Nigeria
– Norwegia
– Turki

PemberlakuanĀ tarif

Kecuali untuk Kanada yang tarif barunya mulai berlaku 1 Agustus, seluruh tarif impor lainnya, termasuk tarif ringan ini, akan mulai berlaku pada 7 Agustus 2025.

Pemerintah AS memberikan waktu beberapa hari untuk penyesuaian teknis oleh lembaga bea cukai.

Meski sebagian negara dikenakan tarif ringan, kebijakan ini tetap memicu perdebatan di dalam negeri AS.

Penggunaan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) oleh Trump untuk menetapkan tarif masih diperdebatkan secara hukum, dan saat ini tengah menjalani proses banding di pengadilan federal. (*)