Pelayananpublik.id- Kasus penyakit menular seksual jenis sifilis di Indonesia kian meningkat.
Hal itu diungkapkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI Imran Pambudi.
Menurutnya, kenaikan kasus sifilis ini bertalian dengan jumlah skrining sifilis yang juga meningkat.
“Peningkatan kasus ini disebabkan peningkatan jumlah orang yang diskrining sifilis. Sehingga secara program lebih bagus karena semakin banyak yang ditemukan maka akan semakin banyak yang diobati sehingga tidak menularkan ke orang lain, terutama pada ibu hamil positif yang bisa menularkan ke bayinya,” ujar Imran dikutip dari CNNIndonesia.com, Kamis (11/5).
Kemenkes saat ini, kata dia, berfokus pada penemuan kasus dengan melakukan skrining dini sifilis pada level populasi, terutama populasi rentan dan risiko tinggi.
Ia mengatakan skrining sifilis menggunakan rapid test yang telah sesuai standar dan cepat hasilnya, sehingga dapat segera ditangani apabila ditemukan hasil positif.
“Sejalan dengan itu edukasi dan pencegahan dengan kondom juga digalakkan kampanyenya oleh Kementerian Kesehatan. Bahwa sifilis ini merupakan ‘great imitator’ sehingga gejala infeksi dapat berubah-ubah menyerupai penyakit lainnya, sehingga peningkatan pengetahuan dan pencegahan sangatlah perlu untuk mengetahui kasus secara dini. Pelatihan IMS juga terus dilakukan pada petugas kesehatan,” jelas dia.
Mengatasi itu, kata Imran, Kemenkes menyediakan pengobatan, akses layanan, pelatihan fasilitas pelayanan kesehatan hingga, ketersediaan logistik obat, dan alat pemeriksaan sifilis.
“Pada semua ibu hamil dilakukan skrining HIV, sifilis, dan hepatitis B, disebut dengan program triple eliminasi pada ibu hamil yang menyasar pada ibu rumah tangga dan penemuan kasus aktif pada laki-laki pelanggan seks yang bergejala IMS. Pada daerah lain yang mengalami penularan sifilis tinggi di populasi kunci seperti misalnya laki-laki yang melakukan seks dengan laki-laki (LSL) telah dilakukan notifikasi pasangan pada kasus sifilis, dan penemuan serta pengobatan kasus dini sehingga menurunkan angka kesakitan dan penularan,” imbuhnya.
Selain itu, Kemenkes juga memastikan ketersediaan stok obat sifilis di Indonesia aman di tengah peningkatan kasus penyakit sifilis. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi juga membantah informasi mengenai krisis obat sifilis.
“Aman (stok obat sifilis di tengah peningkatan kasus). Tidak (krisis obar),” kata Nadia saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Nadia mengatakan obat yang digunakan dalam pengobatan sifilis sangat mudah didapatkan, yakni mulai dari benzatin penisilin, eritromisin atau doksisiklin. Ia menyebut penyediaan obat sifilis di Indonesia dapat diperoleh dari dana pusat dan juga daerah.
“Penyediaan bisa bersumber dana pusat dan dan daerah. Selain benzatin penilisin ada obat pengganti seperti eritromisin atau doksisiklin yang juga mudah didapatkan,” jelas dia.
Terdapat lebih dari 72 ribu vial stok obat benzatin penisilin yang berada di pusat. Jumlah tersebut juga telah dikirim ke Dinas Kesehatan Provinsi sesuai permintaan.
Sebelumnya, Kemenkes menyatakan telah terjadi peningkatan kasus penyakit sifilis hingga 70 persen dalam kurun waktu lima tahun ini. Pada 2018 lalu, kasus sifilis yang terdeteksi berjumlah 12.484 orang. Jumlah itu kemungkinan terus mengalami peningkatan. Hingga pada 2022 lalu, jumlahnya mencapai 20.783 kasus. (*)