FJPI Beberkan Kesulitan Jurnalis Perempuan Selama Pandemi

Pelayananpublik.id- Pandemi Covid-19 membuat masyarakat di dunia mengalami tantangan kerja, termasuk para jurnalis perempuan.

Seperti yang diketahui, pandemi paling berdampak ke perempuan dimana mereka akan memiliki beban ganda antara bekerja dan mengurus rumah, belum lagi menghadapi kekerasan dalam rumahtangga.

Itu pula yang dihadapi jurnalis perempuan Indonesia. Setidaknya ada banyak kesulitan yang dihadapi jurnalis perempuan selama pandemi Covid-19.

Hal itu terungkap dari survey yang dilakukan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI). Tujuan survey tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana dampak pandemi terhadap jurnalis perempuan dan bagaimana mereka mengatasinya.

Anggota FJPI, Lia Anggia Nasution membeberkan permasalahan dalam pekerjaan yang dialami para jurnalis perempuan yaitu sebanyak 30 persen mengalami kesulitan akses dalam pekerjaannya di lapangan. Selain itu, sebanyak 26 persen mengalami keterbatasan ruang gerak, dan 18 persen mengalami dampak ekonomi seperti pengurangan gaji hingga PHK.

“Survey dilakukan pada survey 29 Januari hingga 28 Maret 2022 terhadap 150 responden yang menjawab melalui kuisioner google form,” kata Anggi dalam Webinar “Sharing Strategi dan Kondisi Jurnalis Perempuan di Masa Pandemi”, Sabtu (25/6/2022).

Acara itu diadakan FJPI bekerjasama dengan Kementerian Permberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPPA).

Anggi menyebutkan berbagai tantangan jurnalis perempuan selama pandemi dari survey itu adalah ruang gerak terbatas, jurnalis perempuan beradaptasi teknologi, sulit mencapai narsum, mengalami beban psokologis, sulit melakukan observasi dan liputan hingga berdampak ekonomi yakni PHK.

Selain itu sebanyak 63 responden mengalami beban ganda selama pandemi. Karena bekerja di rumah, mereka sering tidak fokus dan harus mengorbankan salahsatunya. Tak jarang ini juga membuat para jurnalis perempuan tertekan dan depresi.

Namun begitu, para jurnalis perempuan ternyata tidak menyerah dengan keadaan. Mereka sebisa mungkin bertahan dan menyesuaikan diri dengan pandemi walau kadang dibarengi berbagai kecemasan.

Anggi menjelaskan mereka memiliki beberapa strategi untuk bisa bekerja selama pandemi yakni sebanyak 83 responden mengasah kemampuan meguasai berbagai platdorm digital. 44 responden membangun jaringan dengan narasumber.

“Kemudian sebanyak 15 responden membangun kolaborasi dengan jurnalis lain, dan 8 responden memilih menjadi kreatif merancang liputan,” terangnya.

Sementara itu, Redaktur Senior Harian Kompas, Ninuk Mardiana Pambudi berbicara mengenai apa yang harus dilakukan jurnalis perempuan setelah pandemi.

Menurutnya, dengan kondisi baru setelah pandemi yakni work from anywhere, wartawan dan perusahaan media harus membuatnya jelas agar bisa profesional dalam melaksanakan tugas.

Selain itu ia mendorong jurnalis perempuan ikut mendesak Dewan Pers memiliki perhatian terhadap kesejahteraan jurnalis perempuan, terbebas dari isu ketrampilan, isu kekerasan hingga isu kurangnya kesejahteraan.

Dalam kesempatan itu, Eko Novi ARD, Asdep Peningkatan Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha KemenPPPA mengatakan mereka saat ini sedang berfokus pada permasalahan sunat perempuan, pernikahan anak, KDRT, maupun kekerasan seksual juga masih menjadi fokus KemenPPPA untuk diselesaikan.

Berbagai kebijakan dan langkah strategis dilakukan pihak KemenPPPA untuk mendampingi dan memperkuat para perempuan wirausaha melewati masa pandemi.

Namun Eko Novi menilai FJPI memiliki posisi yang strategis penyampaian informasi berperspektif gender untuk mengemuka ke ruang publik sekaligus mengikis pola pikir patriarki. (*)