Pelayananpublik.id- Larangan menggunakan hijab atau jilbab kembali mencuat di lingkungan pendidikan di India.
Hal itu tentu saja menimbulkan perselisihan baru dan banjir protes di dunia maya
Kejadian itu terjadi di daerah kundapura, di distrik Udupi, dimana puluhan siswi dilarang menghadiri kelas setelah beberapa siswa dari kelompok sayap kanan mengenakan syal safron, warna yang disukai oleh Partai Bharatiya Janata yang berkuasa, serta menentang gadis Muslim yang mengenakan jilbab.
“Mari kita semua membela hak-hak saudara kita. Apa alasan diskriminasi ini? Menapa mereka tidak diperbolehkan masuk perguruan tinggi hanya karena mereka berhijab,” kata Tousif Nandehalli, seorang pengguna Twitter, dikutip dari Republika Online, Senin (6/2/2022).
Kejadian ini adalah kedua kalinya, di mana negara bagian India melarang penggunaan hijab.
Setelah menyebarnya informasi atas insiden terbaru ini, orang-orang menggunakan platform media sosial untuk mendukung para siswa. “Hijab is Our Right” sedang tren di Twitter, menunjukkan dukungan untuk para siswi itu.
Sebuah video juga menjadi viral, di mana mahasiswi Muslim terlihat memohon untuk masuk ke ruang kelas setelah mereka dihentikan oleh kepala sekolah.
Mereka juga mengatakan melarang mereka masuk sebelum ujian akan membahayakan masa depan para siswi ini.
Anggota parlemen oposisi Kongres (MP) Shashi Tharoor juga diserang karena mempertanyakan apakah sorban Sikh, salib Kristen, tanda dahi Hindu juga tidak diperbolehkan di lembaga pendidikan.
“Sudah menjadi kekuatan India bahwa setiap orang bebas memakai apa yang mereka inginkan. Jika hijab dilarang, bagaimana dengan sorban Sikh? Tanda dahi orang Hindu? Salib orang Kristen? Biarkan gadis-gadis itu masuk. Biarkan mereka belajar. Biarkan mereka yang memutuskan,” cuit Tharoor.
Smentara itu, Komunitas Muslim di negara Hindustan itu telah mengajukan tuntutan, dimana melarang siswa mengenakan jilbab adalah serangan terhadap “simbol iman”.
Menurut konstitusi India, setiap warga negara memiliki hak untuk mempraktikkan, menganut dan menyebarkan agama. Hak ini hanya dapat dibatasi atas dasar ketertiban umum, kesusilaan dan kesehatan.
Sebelumnya, di perguruan tinggi negeri lain di desa Balagadi Karnataka juga terjadi perselisihan karena sekelompok mahasiswa muncul mengenakan syal safron dan meminta teman sekelas perempuan mereka dari komunitas Muslim untuk tidak mengenakan jilbab selama kelas.
Setelah itu, pihak berwenang malah melarang jilbab dan selendang safron di kampus.
Seorang siswa dari Perguruan Tinggi Pra-Universitas Pemerintah Wanita di Udupi, ditolak masuk ke kelas karena mengenakan jilbab. Ia lantas menemui Pengadilan Tinggi Karnataka untuk meminta keringanan sementara untuk menghadiri kelas mengenakan jilbab, sebelum seluruh masalah diselesaikan. (*)